Tuesday, May 14, 2013

TESIS oleh : Moh. Dloni



 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Perilaku keagamaan di era sekarang ini menjadi keharusan untuk dapat ditingkatkan, karena masalah agama menjadi bagian kehidupan yang mempengaruhi perasaan dan pemikiran, tutur kata dan perilaku. Agama Islam mengajarkan nilai-nilai kebaikan agar setiap muslim dapat berkarya yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Semakin baik perilaku keagamaan dapat diartikan akan semakin banyak  perilaku dan tutur kata yang bermanfaat bagi orang lain. Permasalahan bangsa yang sekarang sedang hangat dibicarakan tidak lepas dari rendahnya pengamalan nilai-nilai agama.
1
 
Permasalahan rendahnya perilaku keagamaan terjadi di SMP Negeri 2 Gabus. Rendahnya perilaku keagamaan siswa ditunjukkan oleh perilaku dan tutur kata. Perilaku dalam bentuk mengikuti sholat jamaah hanya sebagian kecil siswa yang menjalankan. Sementara perilaku keagamaan dari segi tutur kata siswa hampir tidak ada yang mengucapkan salam bila bertemu dengan gurunya. Kondisi ini menunjukkan masih rendahnya perilaku keagamaan sebagai permasalahan yang terjadi di SMP Negeri 2 Gabus. Belum lagi dalam skala yang lebih luas yaitu perilaku keagamaan dalam skala kabupaten, provinsi atau bahkan nasional. Dampak rendahnya perilaku keagamaan dapat kita temukan dalam berbagai media elektronik maupun media cetak. Oleh karena itu moralitas keagamaan perlu ditingkatkan agar melahirkan perilaku keagamaan yang tinggi.
Isu korupsi, dan berbagai pelanggaran hukum faktor utamanya adalah rendahnya moralitas keagamaan. Semakin tinggi moral keagamaan akan semakin jujur perilakunya dan tutur katanya sehingga dapat dikatakan relative bersih dari perilaku korup. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku juga akan terwujud jika seseorang memiliki akhlakul karimah. Disinilah dunia pendidikan perlu memberikan perhatian yang lebih besar terhadap upaya peningkata mutu pendidikan agama Islam, sehingga dapat membentuk perilaku keagamaan yang baik.
Pendidikan merupakan faktor utama yang berpengaruh penting untuk perkembangan generasi muda sebagai penerus bangsa, serta pendidikan merupakan usaha untuk menyiapkan siswa yang dapat berperan dalam masyarakat  yang akan datang, baik sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat, hal tersebut bisa dilakukan melalui pemberian bimbingan, pelatihan dan pengajaran.
Pendidikan juga merupakan kebutuhan setiap warga negara yang selalu mendambakan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai unsur pokok dalam pembangunan negara. Pendidikan nasional suatu negara mempunyai tujuan tertentu termasuk pendidikan yang ada di Indonesia. Tujuan pendidikan di Indonesia menyatakan bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung  jawab.”[1]

Berdasarkan ruusan tujuan pendidikan ini, maka keimanan, ketaqwaan dan akhlakul karimah merupakan amanat undang-undang yang harus diwujudkan oleh lembaga pendidikan sebagai tujuan yang hendak dicapai. Peningkatan keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul karimah hanya akan dapat diwujudkan, jika prestasi pendidikan agama nya baik. Semakin baik prestasi pendidikan agama, maka semakin meningkat pula keimanan, ketaqwaan dan demikian pula akhlakul karimah. Sejalan dengan penalaran ini, maka peningkatan prestasi pendidikan agama tidak hanya penting tetapi merupakan sebuah keharusan. 
Keberhasilan pembelajaran merupakan harapan baik oleh institusi pendidikan maupun siswa atau siswa dan lebih-lebih dunia pengguna lulusan institusi pendidikan. Pembelajaran yang berhasil guru akan merasa puas siswa pun merasa puas bahkan orang tua dan pengguna lulusan juga merasa puas. Oleh karena itu, keberhasilan pembelajaran selalu diupayakan dan diperjuangkan agar dapat menjadi kenyataan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran, namun dari semua faktor dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Keberhasilan pembelajaran Pendidikan Agama Islam sangat penting sekali lebih-lebih di era globalisasi seperti sekarang ini. Hal ini dimaksudkan dengan keberhasilan Pendidikan Agama Islam dapat berguna sekali untuk menanggulangi berbagai informasi yang menawarkan nilai-nilai kehidupan yang nampak indah mempesona sehingga menggiurkan setiap orang yang menerima informasi tersebut tanpa memperhitungkan akibat-akibatnya. Nilai-­nilai kehidupan yang demikian bisa jadi bermuatan unsur-unsur negatif seperti tayangan-tayangan gambar porno, nilai-nilai kehidupan yang konsumtif, penyajian informasi yang menyesatkan, dan sebagainya. Padahal manusia diciptakan Allah SWT dengan tujuan agar menjadikan seluruh hidupnya untuk beribadah. Firman Allah dalam QS Adh Dzariyat: 56:
51:56
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Surat Adz dzariyat ayat 56 mengandung makna bahwa semua makhluk Allah, termasuk jin dan manusia diciptakan oleh Allah SWT agar mereka mau mengabdikan diri, taat, tunduk, serta menyembah hanya kepada Allah SWT. Jadi, selain fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi (fungsi horizontal), manusia juga mempunya fungsi sebagai hamba yaitu menyembah penciptanya (fungsi vertikal), dalam hal ini adalah menyembah Allah karena sesungguhnya Allah lah yang menciptakan semua alam semesta ini.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT agar menyembah kepadanya. Kata menyembah sebagai terjemahan dari lafal ‘abida-ya’budu-‘ibadatun (taat, tunduk, patuh). Beribadah berarti menyadari dan mengaku bahwa manusia merupakan hamba Allah yang harus tunduk mengikuti kehendaknya, baik secara sukarela maupun terpaksa.
Ibadah muhdah (murni), yaitu ibadah yang telah ditentukan waktunya, tata caranya, dan syarat-syarat pelaksanaannya oleh nas, baik Al Qur’an maupun hadits yang tidak boleh diubah, ditambah atau dikurangi. Misalnya shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya.
Ibadah ‘ammah (umum), yaitu pengabdian yang dilakuakn oleh manusia yang diwujudkan dalam bentuk aktivitas dan kegiatan hidup yang dilaksanakan dalam konteks mencari keridhaan Allah SWT.
Keimanan Bagaimana keadaan orang-orang yang beriman di dalam syurga sebagai balasan ketaatan bagi orang yang bertakwa,Manusia dan jin dijadikan Allah untuk beribadah kepada-Nya, Allah sebagai pemberi rezki, Neraka sebagai balasan bagi orang- orang  kafir. Larangan mempersekutukan Allah dengan selain-Nya, Perintah berpaling dari orang-orang musyrik yang berkepala batu dan memberikan peringatan dan pengajaran kepada orang-orang mukmin, Pada harta kekayaan seseorang terdapat hak orang miskin
Jadi, setiap insan tujuan hidupnya adalah untuk mencari keridhaan Allah SWT, karena jiwa yang memperoleh keridhaan Allah adalah jiwa yang berbahagia, mendapat ketenangan, terjauhkan dari kegelisahan dan kesengsaraan bathin. Sedangkan diakhirat kelak, kita akan memperoleh imbalan surga dan dimasukkan dalam kelompok hamba-hamba Allah SWT yang istimewa. Selama hidup di dunia manusia wajib beribadah, menghambakan diri kepada Allah. Seluruh aktivitas hidupnya harus diarahkan untuk beribadah kepadanya. Islam telah memberi petunjuk kepada manusia tentang tata cara beribadah kepada Allah. Apa-apa yang dilakukan manusia sejak bangun tidur sampai akan tidur harus disesuaikan dengan ajaran Islam.
Dalam kehidupan ini berdasarkan firman Allah SWT  bahwa manusia diciptakan hanyalah untuk beribadah yang berarti setiap manusia harus menjadikan semua bidang kehidupannya sebagai lahan ibadah. Karena bidang apapun adalah lahan untuk ibadah, maka harapannya adalah memperoleh ridlo Allah SWT. Kehidupan manusia baik dari dimensi ruang maupun waktu seharusnya tidak pernah kering dari ibadah. Kondisi ini tidak lepas dari kontribusi dunia pendidikan Islam.
Pendidikan Agama Islam yang bermutu akan dapat menjadi benteng yang kuat dalam menanggulangi masuknya budaya asing dan nilai-nilai negatif yang tidak selaras dengan kebenaran Islam. Pengembangan intelektual yang bersifat akademisi dan ketrampilan justru akan sangat membahayakan bagi keselamatan umat manusia apabila tidak dibalut dengan nilai-nilai moral agama yang tercermin dalam tutur kata dan perilaku sebagai keberhasilan Pendidikan Agama Islam untuk membentuk siswa yang berakhlak mulia. Guna mewujudkan keberhasilan pembelajaran Pendidikan Agama Islam faktor-faktor yang memengaruhi seperti tersebut di atas perlu dipahami dan diperhatikan dalam proses pembelajaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal dapat berupa minat untuk belajar, kemauan, perhatian, kebiasaan, motivasi, rasa sedih, gembira dan sebagainya. Faktor yang berada di luar diri seorang yang belajar yang disebut faktor eksternal dapat berupa keluarga, masyarakat, guru, sarana prasarana, kurikulum, teman sekolah dan lain-lain.[2] Lingkungan sosial kemasyarakatan merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhim prestasi belajar siswa baik berpengaruh positif maupun negative. Dalam rangka upaya peningkatan prestasi pendidikan agama islam di SMP N 2 Gabus perlu memperhatikan faktor faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran siswa khususnya dalam konteks ini pembelajaran pendidikan agama Islam, agar siswa dapat mewujutkan perilaku keagamaan yang baik. 
Sehubungan dengan apa yang diuraikan dalam latar belakang di atas, cukup menarik kiranya untuk ditelaah dan diteliti lebih lanjut sejauh mana dampak social kemasyarakatan terhadap perilaku keagamaan siswa SMP N 2 Gabus. Oleh karena itu penelitian yang hendak dilakukan ini mengambil judul:  Dampak Lingkungan Sosial Kemasyarakatan terhadap Perilaku Keagamaan Siswa  di SMP N 2 Gabus Kabupaten Pati”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang hendak diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Bagaimana lingkungan sosial masyarakat di sekitar SMP Negeri 2 Gabus?
2.      Bagaimana perilaku keagamaan siswa SMP Negeri 2 Gabus?
3.      Faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku keagamaan siswa di SMP Negeri 2 Gabus?
4.      Bagaimana dampak lingkungan sosial masyarakat terhadap perilaku keagamaan siswa di SMP Negeri 2 Gabus?

C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mendeskripsikan dan menganalisis lingkungan sosial masyarakat di sekitar SMP Negeri 2 Gabus.
2.      Untuk mendeskripsikan  dan menganalisis perilaku keagamaan siswa SMP Negeri 2 Gabus.
3.      Untuk mengetahui dan menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan siswa di SMP Negeri 2 Gabus.
4.      Untuk mendeskripsikan  dan menganalisis dampak lingkungan sosial masyarakat terhadap perilaku keagamaan siswa di SMP Negeri 2 Gabus.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Teoritis
Dari segi teoritis  hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pendidikan agama Islam. Pengembangan ilmu melalui penelitian, kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai tinjauan pustakan atau rujukan.
2.      Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain sebagai berikut :
a.    Untuk Sekolah
1) Memperoleh gambaran sebagai masukan tentang perilaku keagamaan  siswa SMP Negeri 2 Gabus.
2)        Memperoleh gambaran sebagai masukan tentang kondisi lingkungan sosial kemasyarakatan siswa SMP Negeri 2 Gabus.
3)        Memperoleh gambaran sebagai masukan tentang dampak lingkungan social kemasyarakatan terhadap perilaku keagamaan  siswa SMP Negeri 2 Gabus.
b.    Untuk Guru
1)      Hasil penelitian dapat menjadi masukan bagi guru untuk mengarahkan siswa agar dalam pergaulan memilih teman dan kelompok masyarakat yang patuh dan taat pada ajaran islam.
2)      Bagi guru yang beragama islam segala perilaku dan tutur kata guru harus senantiasa diupayakan mencerminkan nilai-nilai ajaran islam

E.     Sistematika Tesis
Dalam pembahasan tesis ini disajikan dalam sistematika sebagai berikut:
Bab 1 berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian.
Bab 2 berisi landasan teori, tinjauan pustaka, dan kerangka berpikir. Dibahas tentang lingkungan sosial, pengertian, macam-macam peran dan dampak dari lingkungan sosial. Dibahas pula perilaku keagamaan yang meliputi pengertian, macam-macam, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan. Disajikan pula tinjauan pustaka yang berisi penelitian terdahulu yang relevan dan kerangka berpikir.
Bab 3 berisi tentang metode penelitian yang menyajikan lokasi penelitian, jenis data, sumber data, tehnik pengumpulan data, pengecekan keabsahan data dan tehnik analisis data.
Bab 4 menyajikan hasil penelitian, pembahasan dan temuan. Hasil penelitian mencakup kondisi obyektif SMP Negeri 2 Gabus, lingkungan sosial kemasyarakatan, perilaku keagamaan, dampak lingkungan sosial kemasyarakatan terhadap perilaku keagamaan sosial dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan siswa. Bab ini menyajikan pula pembahasan dalam  bentuk narasi dan matrik dampak lingkungan sosial kemasyarakatan terhadap perilaku keagamaan siswa dan temuan.
Bab 5 penutup berisi kesimpulan dan saran.


BAB II

 
LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA
DAN KERANGKA BERFIKIR

A.    Landasan Teori
1.      Lingkungan Sosial
a.      Pengertian lingkungan
Lingkungan sosial adalah hubungan interaksi antara masyarakat dengan lingkungan. Sikap masyarakat terhadap lingkungan sosial dipengaruhi oleh nilai sosial, itulah hubungannya. Jika nilai sosial tentang lingkungan lantas berubah/terjadi pergeseran, maka sikap masyarakat terhadap lingkungan juga berubah/bergeser. Itulah sebabnya masyarakat dan nilai sosial selalu terlihat dinamis, terlepas dari baik dan buruknya lingkungan sosial.[3]
Lingkungan dapat diartikan segala sesuatu yang berada disekitar atau disekeliling siswa dan mempengaruhi pola pikir serta perilaku siswa. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa diperlukan lingkungan social yang baik. Dalam konteks pembelajaran pendidikan agama siswa perlu lebih sering berada di lingkungan bernuansa keagamaan.


11
 
 
Lingkungan dalam pembahasan ini adalah lingkungan social. Menurut Bimo Walgito, lingkungan social adalah lingkungan masyarakat yang didalamnya terdapat interaksi antara orang perorang, perorangan dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok.[4]
Pengertian lingkungan social jug dikemukakan oleh Ngalim Purwanto yaitu semua orang atau manusia di masyarakat luas yang melakukan hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung berarti melakukan pergaulan sehari-hari sedangkan tidak langsung melalui media elektronik maupun media cetak. Kesemuanya ini berinteraksi dengan sifat-sifat bawaan individu yang kemusian membentuk perkembangan individu dalam kehidupannya.[5] 
Sejalan dengan pengertian lingkungan yang telah dipaparkan di atas, maka dapt dinyatakan bahwa lingkungan social kemasyarakatan adalah kondisi hubungan timbal balik individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok yang bersifat dinamis sehingga membentuk perkembangan individu-indivudu di dalamnya. Dalam konteks  pendidikan agama islam kondisi lingkungan social kemasyarakatan ada yang kental dengan nuansa keagamaan dan ada yang kurang mencerminkan nuansa keagamaan dan bahkan ada pula yang bernuansa bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan. Hal ini tentu berdampak pada perkembangan keagamaan siswa.
b.      Macam-macam lingkungan sosial
Lingkungan sosial ini biasanya dibedakan:
1)   Lingkungan Sosial Primer:
Yaitu lingkungan sosial di mana terdapat hubungan yang erat antara anggota satu dengan anggota lain, anggota satu saling kenal mengenal dengan baik dengan anggota lain.
2)   Lingkungan Sosial Sekunder:
Yaitu lingkungan sosial yang berhubungan anggota satu dengan anggota lain agak longgar.
Adapun tujuan membangun lingkungan sosial masyarakat adalah sebagai berikut:
a)      Untuk membangun rasa senasib dan sepenanggungan di antara mereka, khususnya manusia Indonesia yang mewujudkan rasa persatuan.
b)      Agar tertanam rasa toleransi di antara mereka, seorang hanya mempunyai arti bagaimana ia menjadi bagian dalam kelompok.
c)      Agar timbul kesadaran bahwa di antara mereka terdapat saling ketergantungan yang berkaitan dengan kepedulian sosial.
d)     Salah satu keberartian seseorang adanya nilai-nilai demokrasi yang tumbuh dan dimiliki sebagai sikap menghargai perasan dan pendapat sesama yang pada gilirannya menciptakan suatu kesatuan sosial.


c.       Peran lingkungan sosial
Sikap manusia terhadap lingkungannya berbeda-beda, hal ini tergantung pada masing-masing pandangan manusia yang bersangkutan. Secara teori hubungan manusia dengan lingkungan dapat dibedakan sebagai berikut:
1)      Manusia menolak lingkungan,
Dalam keadaan ini manusia berpandangan bahwa lingkungan dipandang tidak sesuai dengan dirinya. Misalnya seorang muslim yang melihat lingkungannya bernuansa kemaksiatan, maka ia berupaya merubah lingkungan. Banyak contoh seseorang yang hidup disuatu lingkungan tetapi tidak cocok dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan tersebut.
2)      Manusia menerima lingkungan,
Manusia menerima lingkungan bila keadaan lingkungan sesuai atau cocok dengan pandangan dirinya. Dengan demikian manusia akan menerima keaadaan lingkungan tersebut. Misalnya keadaan norma-norma dalam lingkungan seseorang cocok dan sesuai dengan apa yang diinginkan.
3)      Manusia netral.
Manusia bersikap netral bila manusia berada dalam lingkungan social yang tidak cocok dengan dirinya, tetapi manusia tersebut tidak mengambil langkah apa-apa. Manusia bersikap diam saja dengan suatu pendapat biarlah lingkungan social dalam keadaan demikian, asal dia tidak berbuat demikian.[6]
Dalam pandangan Islam sikap seorang muslim terhadap lingkungannya sangat jelas, yaitu menolak tegas terhadap lingkungan social yang bernuansa kedzoliman. Seorang muslim tidak boleh  condong atau tertarik pola kehidupan social yang kental dengan perilaku kedzoliman sesuai dengan firman Allah SWT QS Hud: 113 sebagai berikut:
11:113
Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.

Berdasarkan pembahasan teori diatas lingkungan bagaimanapun juga berpengaruh terhadap perilaku manusia. Meskipun ada manusia yang bersikap netral tetapi tidak seluruhnya bersikap netral terhadap apa saja yang ada dalam lingkungan social, sebab manusia selalu melakukan interaksi social dalam lingkungannya.
d.      Dampak dari lingkungan sosial
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku keagamaan siswa adalah faktor lingkungan sosial. Faktor lingkungan termasuk faktor eksternal yang perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh negatif terhadap prestasi belajar siswa. Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari lingkungan sosial. Manusia sehari-hari membutuhkan interaksi dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia bukanlah makhluk diruang hampa melainkan sebagai makhluk sosial sehingga hidup dan kehidupannya tidak lepas dari interksi dengan orang lain.
Nilai-nilai yang ada dalam masyarakat akan menjadi pedoman dalam berperilaku termasuk perilaku keagamaan. Perubahan nilai-nilai dalam masyarakat akan berdampak pada perubahan perilaku manusia yang ada didalamnya. Namun seperti dikemukakan diatas ada manusia yang bersikap agresif untuk merubah lingkungan sosialnya, adapula yang mengikuti perubahan nilai-nilai dalam lingkungan masyarakatnya dan ada yang bersikap netral. Jadi lingkungan sosial kemasyarakatan berdampak terhadap perilaku manusia termasuk perilaku keagamaan yang dibedakan dalam tiga katagori,  yaitu : merubah lingkungan, mengikuti lingkungan dan bersikap netral.

2.      Perilaku Keagamaan  
a.      Pengertian Perilaku Keagamaan
Pengertian perilaku keagamaan dapat dijabarkan dengan cara mengartikan perkata. Kata perilaku berarti tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.[7] Sedangkan kata keagamaan berasal dari kata dasar agama yang berarti sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Kata keagamaan itu sudah mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” yang mempunyai arti sesuatu (segala tindakan) yang berhubungan dengan agama.[8]
Dengan demikian perilaku keagamaan berarti segala tindakan itu perbuatan atau ucapan yang dialkukan seseorang sedangkan perbuatan atau tindakan serta ucapan tadi akan terkaitannya dengan agama, semuanya dilakukan karena adanya kepercayaan kepada Tuhan denagn ajaran, kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan.
Di dalam agama ada ajaran-ajaran yang dilakukan bagi pemeluknya-pemeluknya, bagi agama Islam, ada ajaran yang harus dilakukan dan adapula yang berupa larangan. Ajaran-ajaran yang berupa perintah yang harus dilakukan diantaranya adalah sholat, zakat, puasa, haji, menolong orang lain yang sedang kesusahan dan masing banyak lagi yang bila disebutkan disini tidak akan tersebutkan semua. Sedangkan yang ada kaitannya dengan larangan itu lagi banyak seperti, minum-minuman keras, judi, korupsi, main perempuan dan lain-lain.
Di dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung banyak aktivitas yang telah kita lakukan baik itu yang ada hubungannya antara makhluk dengan pencipta, maupun hubungan antara makhluk dengan sesama makhluk, itu pada dasarnya sudah diatur oleh agama.
 Perilaku beragama umat Islam didasarkan atas keyakinan adanya rukun iman dan rukun Islam. Rukun iman terdiri atas percaya pada Allah swt., percaya pada malaikat, percaya pada nabi, percaya pada hari kiamat, percaya pada kitab suci (Taurat, Mazmur, Injil, Quran) dan percaya pada takdir. Rukun Islam meliputi pengakuan tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah syahadat, sembahyang lima waktu (shalat), puasa di bulan Ramadan, zakat, dan naik haji. Pada masa kontemporer, perilaku keagamaan di Indonesia semakin beragam. Baik dari tradisi Muhammadiyah, NU, maupun penganut Islam inklusif. Masing-masing organisasi massa dan kelompok-kelompok penganut agama itu kemudian berkembang dengan ciri khas masing-masing.
Keinginan kepada hidup beragama adalah salah satu sifat yang asli pada manusia. Itu adalah nalirah, gazilah, fitrah, kecendeungan yang telah menjadi pembawaan dan bukan sesuatu yang dibuat-buat atau sesuatu keinginan yang datang kemudian, lantaran pengaruhnya dari luar. Sama halnya dengan keinginan makan, minum, memiliki harta benda, berkuasa dan bergaul dengan sesama manusia.
Dengan demikian, maka manusia itu pada dasarnya memanglah makhluk yang religius yang sangat cenderung kepada hidup beragama, itu adalah panggilan hati nuraninya. Sebab itu andai kata Tuhan tidak mengutus Rosul-rosul-Nya untuk menyampaikan agama-Nya kepada manusia ini, namun mereka akan berusaha dengan berikhtiar sendiri mencari agama itu. Sebagaimana ia berikhtiar untuk mencari makanan di waktu ia lapar, dan memang sejarah kehidupan manusia telah membuktikan bahwa mereka telah berikhtiar sendiri telah dapat menciptakan agamanya yaitu yang disebut dengan agama-agama ardhiyyah.[9]
Manusia dalam mencari Tuhan sebelum datangnya utusan-utusan Allah menemukan berbagai jalan yang dapat digunakan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Banyak juga simbol-simbol yang digunakan sebagai sarana untuk berhubungan dengan Tuhan, ada yang memakai patung, pohon-pohon besar, batu-batu dll.
Dalam usahanya mencari Tuhan manusia memikirkan apa yang ada di lingkungan sekitarnya seperti Tuhan, matahari dan bumi yang mereka tempati ini. Berfikir bahwa adanya sesuatu pasti ada yang membuat setelah diurut-urutkan, manusia kehilangan akal untuk menunjukkan siapa sebenarnya yang menciptakan ini semua.
Dengan ini sampailah manusia itu kepada keyakinan tentang adanya Tuhan, pencipta alam semesta. Dia telah menemukan Tuhan dan keyakinannya ini bertambah kuat lagi setelah ia menyelidiki dirinya sendiri. Dikatannya bahwa ia sebelum lahir ke dunia ini ia telah tumbuh dan berkembang di kandungan ibunya selama beberapa bulan, kemudian lahir ke dunia dan menjadi besar. Dirinya terdiri dari dua unsur yaitu tumbuh, besar jasmani yang terdiri dari tulang-tulang, daging, darah, dan perlengkapan lainnya yang sangat menakjubkan dan unsur yang kedua adalah roh atau jiwa yang hakekatnya tidak dapat diketahui oleh manusia.[10]
Perkembangan perilaku keagamaan pada anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, di sekolah dan dalam masyarakat. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agama (sesuai ajaran agama) akan semakin banyak unsur agama, maka sikap, tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama.
Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang bertambah itu. Sikap anak terhadap teman-teman dan orang yang ada di sekelilingnya sangat dipengaruhi sikap orang tuanya terhadap agama.
Perlakuan orang tua terhadap anak tertentu dan terhadap semua anaknya sangat berpengaruh pada anak-anak sendiri, perlakuan keras akan berakibat lain daripada perlakuan yang lemah lembut dalam pribadi anak. Hubungan yang serasi penuh pengertian dan kasih sayang akan membawa pada pribadi yang tenang, terbuka dan mudah dididik atau diarahkan karena ia mendapat kesempatan yang cukup dan baik untuk tumbuh dan berkembang dalam berfikirnya, tapi sebaliknya hubungan orang tua yang tidak serasi akan membawa anak pada pertumbuhan pribadi yang sukar dan tidak mudah dibentuk atau diarahkan, karena ia tidak mendapat suasana yang baik untuk berkembang dalam berfikir, serba selalu terganggu oleh suasana orang tuanya.
Selain di atas, banyak sekali faktor-faktor tidak langsung dalam keluarga yang mempengaruhi terbentuknya perilaku keagamaan anak. Di samping itu tentunya nilai pendidikan yang mengarah kepada perilaku keagamaan baginya, yaitu pembinaan-pembinaan tertentu yang dilakukan orang tua terhadap anak, baik melalui latihan-latihan, perbuatan misalnya dalam makan minum, buang air, mandi tidur, berpakaian dan sebagainya, semua itu termasuk perilaku keagamaan.
Berapa banyak macam pendidikan dan pembinaan tidak langsung yang telah terjadi pada anak sebelum ia masuk sekolah. Tentu saja setiap anak mempunyai pengalaman sendiri, yang tidak sama dengan pengalaman anak yang lain. Pengalaman yang dibawa oleh anak-anak dari rumah tersebut akan menentukan sikapnya terhadap teman-teman, orang-orang di sekitarnya terutama terhadap orang tua dan gurunya.[11]


b.      Macam-macam Perilaku Keagamaan
Dalam kehidupan sehari-hari manusia senantiasa melakukan aktivitas-aktivitas kehidupannya atau dalam arti melakukan tindakan baik itu erat hubungannya dengan dirinya sendiri ataupun berkaitan dengan orang lain yang biasa dikenal dengan proses komunikasi baik itu berupa komunikasi verbal atau perilaku nyata, akan tetapi di dalam melakukan perilakunya mereka senantiasa berbeda-beda antara satu dengan lainnya, hal ini disebabkan karena motivasi yang melatarbelakangi berbeda-beda.
Kemudian dari sistem ini muncullah pembahsan mengenai macam-macam perilaku seperti pendapat yang dikemukakan oleh Said Howa, perilaku menurutnya dikelompokkan dalam du abentuk atau macam yakni :
1)     Perilaku islami ialah perilaku yang mendatangkan kemaslahatan kebaikan, ketentraman bagi lingkungan.
2)     Perilaku non islami ialah perbuatan yang mendatangkan gelombang kerusakan, kemunafikan, perilaku non islami ini tidak mencerminkan perilaku yang dinafasi dengan iman, tetapi dinafasi selalu dengan nafsu.[12]
Menurut Hendro Puspito, dalm bukunya “Sosiologi Agama” beliau menjelaskan tentang perilaku atau pola kelakuan yang dibagi dalam 2 macam yakni :
1)      Pola kelakuan lahir adalah cara bertindak yang ditiru oleh orang banyak secara berulang-ulang.
2)      Pola kelakuan batin yaitu cara berfikir, berkemauan dan merasa yang diikuti oleh banyak orang berulang kali.[13]
Pendapat ini senada dengan pendapat Jamaluddin Kafi yang mana beliau juga mengelompokkan perilaku menjadi dua macam yaitu perilaku jasmaniyah dan perilaku rohaniyah, perilaku jasmaniyah yaitu perilaku terbuka (obyektif) kemudian perilaku rohaniyah yaitu perilaku tertutup (subyektif).[14] Pembagian ini bisa terjadi karena manusia adalah makhluk Allah yang mulia yang terdiri dari dua jauham yaitu jasmaniyah dan jiwa atau rohani.
Sedangkan H. Abdul Aziz mengelompokkan perilaku menjadi dua macam yaitu :
1)   Perilaku oreal (perilaku yang dapat diamati langsung).
2)   Perilaku covert (perilaku yang tidak dapat diamati secara langsung).[15]
Demikianlah macam-macam perilaku yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan, dimana dapat disimpulkan bahwasannya perilaku seseorang itu muncul dari dalam diri seorang itu (rohaniahnya), kemudian akan direalisasikan dalam bentuk tindakan (jasmaniahnya).
c.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keagamaan
1)   Faktor Intern
Faktor intern yaitu pengaruh emosi (perasaan) yang mana dari pengaruh emosi tersebut memunculkan selektifitas. Selektifitas di sini merupakan daya pilih atau minat perhatian untuk menerima, mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar diri manusia.[16]
Emosi mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam pembentukan perilaku keagamaan. Hal ini didukung oleh Dr. Zakiah Daradjat yang menyatakan “Sesungguhnya emosi memegang peranan penting dalam sikap dan tindak agama seseorang yang dapat dipahami, tanpa menghindari emosinya.[17]
Beberapa teori belajar dari psikologi behavioristik dikemukakan oleh para psikolog behavioristik. Mereka ini sering disebut “contemporary behavioristis” atau juga disebut “S-R Psychologists”. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reword) atau penguat (reinforcement) dari lingkungan.[18]
Skinner berpendapat bahwa manusia berbuat sesuatu dalam lingkungannya untuk mendatangkan akibat-akibat, entah untuk mendatangkan pemenuhan kebutuhan atau menghindari datangnya hukuman atau pengalaman yang tidak enak.[19] Termasuk dalam faktor internal yaitu kognisi.
Para ahli aliran Kognitifis berpendapat bahwa tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk memecahkan masalah. Jadi tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi.[20]
Pendekatan perkembangan kognitif, yang mempunyai asumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan suatu yang sangat fundamental yang membimbing tingkah laku individu. Dalam pendekatan ini ada 3 buah model, yaitu:
a)   Model Kognitif Piaget, dengan asumsi bahwa perkembangan manusia dapat digambarkan dalam konsep fungsi dan struktur. Konsep fungsi merupakan mekanisme biologis bawaan yang sama bagi setiap orang untuk mengorganisasikan pengetahuan ke dalam struktur kognisi, supaya dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Sedangkan konsep struktur adalah interelasi sistem pengetahuan yang mendasari dan membimbing tingkah laku inteligen, yang diistilahkan dengan konsep skema (refleks).[21]
b)   Model pemrosesan informasi, yaitu merumuskan bahwa kognitif manusia sebagai suatu sistem, terdiri dari input berupa rangsangan yang masuk ke dalam reseptor. Proses adalah pekerjaan otak yang mentransformasikan informasi dalam berbagai cara, dan out put berbentuk tingkah laku.
c)   Model kognisi sosial, yang menekankan pengaruh pengalaman sosial terhadap perkembangan
2)   Faktor Ekstern
Faktor fitrah beragama merupakan potensi yang mempunyai kecenderungan untuk berkembang. Namun, perkembangan itu tidak akan terjadi manakala tidak ada faktor luar (eksternal) yang memberikan pendidikan (bimbingan, pengajaran, dan latihan) yang memungkinkan fitrah itu berkembang dengan sebaik-baiknya. Termasuk dalam faktor eksternal yaitu:
a)   Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu peranan keluarga (orang tua) dalam pengembangan kesadaran beragama anak sangatlah dominan.
Al-Qur’an Surat At-Tahrim: 6
...   (التحريم: 6)
 Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”.  (QS. At-Tahrim: 6)

Menunjukkan bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan agama kepada anak dalam upaya menyelamatkan mereka dari siksa api neraka.
Mengenai pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan agama bagi anak, Nabi Muhammad Saw bersabda:
ما من مولد الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه (وراه البيهاقى)
 Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah anak itu menjadi yahudi, nasrani atau majusi”. (H. R. Baihaqi).

Sesuai pendidikan dalam keluarga dalam akan terwujud dengan baik berkat adanya pergaulan dan hubungan saling mempengaruhi cara timbal balik antara orang tua dan anak, suasana keluarga yang telah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan terpuji dan meninggalkan yang tercela, akan menyebabkan anggotanya tumbuh dengan wajar dan akan tercipta keserasian dalam keluarga. Sehingga pengaruh keluarga akan membekas sekali, bukan hanya dalam keluarganya tetapi juga dalam sikap perilaku keagamaan anggotanya.
   Seorang ahli psikologi, yaitu Hurlock berpendapat bahwa keluarga merupakan “Training Centre” bagi penanaman nilai-nilai (termasuk juga nilai-nilai agama). Pendapat ini menunjukkan bahwa keluarga mempunyai peran sebagai pusat pendidikan bagi anak untuk memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai  (tata krama, sopan santun, atau ajaran agama) dan kemampuan untuk mengamalkan atau menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara personal maupun sosial kemasyarakatan.[22]
Peranan keluarga terkait dengan upaya-upaya orang tua dalam menanam nilai-nilai agama kepada anak, yang prosesnya berlangsung pada masa pralahir atau dalam kandungan dan pasca lahir. Pentingnya penanaman nilai-nilai agama pada masa pralahir didasarkan kepada pengamatan para ahli psikologi terhadap orang-orang yang mengalami gangguan jiwa. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa gangguan jiwa mereka dipengaruhi oleh keadaan emosi atau sikap orang tua (ibu) pada masa mereka berada dalam kandungan.
Upaya orang tua dalam mengembangkan jiwa beragama anak pada masa kandungan dilakukan secara tidak langsung, karena kegiatannya bersifat pengembangan sikap, kebiasaan dan perilaku-perilaku keagamaan pada diri orang tua itu sendiri. Upaya yang dilakukan orang tua (ibu) pada masa anak dalam kandungan diantaranya sebagai berikut :
1)   Membaca do’a pada saat berhubungan badan dengan suami istri.
2)   Meningkatkan kualitas ibadah sholat wajib dan sunnah
3)   Tadarus Al-Qur’an dan mempelajari tafsirnya
4)   Memperbanyak dzikir kepada Allah
5)   Memanjatkan do’a kepada Allah yang terkait dengan permohonan untuk memperoleh keturunan yang sholih
Adapun upaya yang dilakukan orang tua setelah anak lahir yaitu :
1)   Pada saat anak berusia 7 (tujuh) hari, lakukanlah aqiqah sebagai sunnah Rasul.
2)   Orang tua hendaknya mendidik anak tentang ajaran agama, seperti rukun iman, rukun Islam, cara-cara berwudlu, bacaan dan gerakan sholat, do’a-do’a, baca tulis Al-Qur’an, berdzikir, hukum-hukum (wajib, sunnah, halal dan haram) dan akhlak terpuji.
3)   Orang tua hendaknya memelihara hubungan yang harmonis antar anggota keluarga
4)   Orang tua merupakan pembina pribadi dan akhlak anak yang pertama, dan sebagai tokoh yang diidentifikasi, diimitasi atau ditiru oleh anak, maka mereka memiliki kepribadian yang baik atau berakhlakul karimah.
5)   Orang tua hendaknya memperlakukan anak dengan cara yang baik
6)   Orang tua hendaknya tidak memperlakukan anak secara otoriter atau perlakuan yang keras karena akan mengakibatkan perkembangan pribadi atau akhlak anak yang tidak baik.
b)   Lingkungan Masyarakat
Yang dimaksud lingkungan masyarakat adalah situasi atau kondisi interaksi sosial dan sosio-kultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah keagamaan anak.
Dalam masyarakat anak melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya (peer group) atau anggota masyarakat lainnya. Apabila teman sepergaulan itu menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama atau berakhlak mulia, maka anak cenderung berakhlak mulia. Namun apabila sebaliknya, yaitu teman sepergaulannya menunjukkan kebobrokan moral maka anak akan cenderung terpengaruh untuk berperilaku seperti temannya tersebut. Hal ini terjadi apabila anak kurang mendapat bimbingan agama dari orang tuanya.
Mengenai dominannya pengaruh kelompok teman sebaya, Hurlock mengemukakan bahwa “Standar atau aturan-aturan ‘gang’ (kelompok bermain) memberikan pengaruh kepada pendangan moral dan tingkah laku para anggotanya:” Corak perilaku anak merupakan cermin dari perilaku warga masyrakat (orang dewasa) pada umumnya. Oleh karena itu kualitas perkembangan kesadaran beragama anak sangat tergantung kepada kualitas perilaku atau akhlak warga masyarakat (orang dewasa)itu sendiri.[23]
Kualitas pribadi, perilaku atau akhlak orang dewasa yang menunjang bagi perkembangan kesadaran beragama anak adalah mereka yang (a) taat melaksanakan ajaran agama seperti ibadah ritual, menjalin persaudaraan, saling menolong dan bersikap jujur. (b) menghindari sikap dan perilaku yang dilarang agama seperti sikap permusuhan, saling mencurigai, bersikap munafik, mengambil hak orang lain (mencuri, korupsi) dan perilaku maksiat lainnya (judi, berzina, minum minuman keras).
c)   Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program sistemik dalam melaksanakan bimbingan pengajaran dan latihan kepada anak, agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, psikis (intelektual dan emosional), social maupun moral spiritual.
Menurut Hurlock, sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian anak karena sekolah merupakan substitusi dari keluarga dan guru substitusi dari orang tua.[24]
Imam Ghozali mengemukakan tentang peranan guru dalam pendidikan akhlak anak bahwa penyembuhan badan memerlukan seorang dokter yang tahu tentang tabiat badan serta macam-macam penyakitnya dan cara-cara penyembuhannya. Demikian pula halnya dengan penyembuhan jiwa dan akhlak. Keduanya membutuhkan guru yang tahu tentang tabiat dan kekurangan jiwa manusia serta tentang cara memperbaiki dan mendidiknya.[25]
d)   Kewibawaan Orang yang Mengemukakan Sikap/ Perilaku
Dalam hal ini adalah mereka yang berotoritas dan berprestasi tinggi dalam masyarakat yaitu para pemimpin baik formal maupun non formal. Dari kewibawaan mereka akan muncul simpati, sugesti dan imitasi pada seseorang atau masyarakat. Oleh karena itu dakwah atau penerangan agama yang disampaikan oleh orang-orang yang memiliki otoritas dan prestise dalam bidangnya akan diterima masyarakat dengan cepat dan penuh keyakinan.[26]
3.      Dampak Lingkungan Sosial Kemasyarakatan terhadap Perilaku Keagamaan
Dalam membahas dampaklingkungan sosial kemasyarakatan terhadap perilaku keagamaan secara teoritis bertolak pada pembahasan hubungan individu dengan lingkungannya. Menurut  teori konvergensi disebutkan bahwa lingkungan memiliki peranan penting dalam perkembangan jiwa manusia. Lingkungan tersebut terbagi dalam beberapa kategori yaitu :
-     Lingkungan fisik ; berupa alam seperti keadaan alam atau keadaan tanah serta musim
-     Lingkungan sosial ; berupa lingkungan tempat individu berinteraksi.
Hubungan individu dengan lingkungannya ternyata memiliki hubungan timbal balik lingkungan mempengaruhi individu dan individu mempengaruhi lingkungan. Sikap individu terhadap lingkungan dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu :
a.       Individu menolak lingkungan jika tidak sesuai dengan yang ada dalam diri individu
b.      Individu menerima lingkungan jika sesuai dengan dengan yang ada dalam diri individu
c.       Individu bersikap netral atau berstaus.
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar. Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu individu mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedia di sekitarnya.
Sejauh mana pengaruh lingkungan itu bagi diri individu, dapat kita ikuti pada uraian berikut :
Yang dimaksud dengan lingkungan pada uraian ini hanya meliputi orang-orang atau manusia-manusia lain yang dapat memberikan pengaruh dan dapat dipengaruhi, sehingga kenyataannya akan menuntut suatu keharusan sebagai makhluk sosial yang dalam keadaan bergaul satu dengan yang lainnya. Terputusnya hubungan manusia dengan masyarakat manusia pada tahun-tahun permulaan perkembangannya, akan mengakibatkan berubahnya tabiat manusia sebagai manusia. Berubahnya tabiat manusia sebagai manusia dalam arti bahwa ia tidak akan mampu bergaul dan bertingkah laku dengan sesamanya.
Dapat kita bayangkan andaikata seorang anak manusia yang sejak lahirnya dipisahkan dari pergaulan manusia sampai kira-kira berusia 10 tahun saja, walaupun diberinya cukup makanan dan minuman, akan tetapi serentak dia dihadapkan kepada pergaulan manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa dia tidak akan mampu berbicara dengan bahasa yang biasa, canggung pemalu dan lain-lain. Sehingga kalaupun dia kemudian dididik, maka penyesuaian dirinya itu akan berlangsung sangat lambat sekali.
Lingkungan memiliki peranan bagi individu, sebagai :
1) Alat untuk kepentingan dan kelangsungan hidup individu dan menjadi alat pergaulan sosial individu. Contoh : air dapat dipergunakan untuk minum atau menjamu teman ketika berkunjung ke rumah.
2)  Tantangan bagi individu dan individu berusaha untuk dapat menundukkannya. Contoh : air banjir pada musim hujan mendorong manusia untuk mencari cara-cara untuk mengatasinya.
3)  Sesuatu yang diikuti individu. Lingkungan yang beraneka ragam senantiasa memberikan rangsangan kepada individu untuk berpartisipasi dan mengikutinya serta berupaya untuk meniru dan mengidentifikasinya, apabila dianggap sesuai dengan dirinya.  Contoh : seorang anak yang senantiasa bergaul dengan temannya yang rajin belajar, sedikit banyaknya sifat rajin dari temannya akan diikutinya sehingga lama kelamaan dia pun berubah menjadi anak yang rajin.
4)  Obyek penyesuaian diri bagi individu, baik secara alloplastis maupun autoplastis. Penyesuaian diri alloplastis artinya individu itu berusaha untuk merubah lingkungannya. Contoh : dalam keadaan cuaca panas individu memasang kipas angin sehingga dikamarnya menjadi sejuk. Dalam hal ini, individu melakukan manipulation yaitu mengadakan usaha untuk memalsukan lingkungan panas menjadi sejuk sehingga sesuai dengan dirinya. 
Sedangkan penyesuaian diri autoplastis, penyesusian diri yang dilakukan individu agar dirinya sesuai dengan lingkungannya.  Contoh : seorang juru rawat di rumah sakit, pada awalnya dia merasa mual karena bau obat-obatan, namun lama-kelamaan dia menjadi terbiasa dan tidak menjadi gangguan lagi, karena dirinya telah sesuai dengan lingkungannya

Jenis Interaksi Sosial
Ada empat jenis interaksi sosial dengan lingkungannya, yaitu :
1.   Individu dapat bertentangan dengan lingkungannya.
2.   Individu dapat memanfaatkan lingkungannya.
3.   Individu dapat berinteraksi dengan lingkungannya.
4.   Individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Lingkungan di sini bisa berupa lingkungan fisik (alam benda-benda yang konkrit), lingkungan psikis (jiwa, badan, orang-orang dalam lingkungan) serta lingkungan rohaniah (keyakinan-keyakinan, ide-ide, dan filsafat-filsafat yang terdapat di lingkungan individu).[27]
Dalam konteks pendidikan agama Islam lingkungan social kemasyarakatan dapat berfungsi sebagai media pendidikan pelengkap, pengganti, tambahan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa banyak siswa SMP N 2 Gabus yang memiliki kejuaraan dalam lomba tilawatil quran dan juga banyak yang mampu membawakan lagu-lagu khasidah dengan lafal bahasa arab yang sangat fasih. Kemahiran dalam baca tulis al quran dan keterampilan memerankan seni khasidah jelas bukan hasil pembelajaran guru di sekolah tetapi diperoleh dari lingkungan social kemasyarakatan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Muri Yusuf (1996)  dalam Jumali dkk yang menyatakan bahwa lingkungan social kemasyarakatan dapat berfungsi sebagai lembaga pendidikan pelengkap bagi pendidikan di sekolah.[28]

B.     TINJAUAN PUSTAKA
Guna memperjelas kedudukan penelitian yang hendak dilakukan ini, perlu kiranya dalam tinjauan pustaka dilakukan telaah terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada relevansinya dengan masalah yang hendak diteliti. Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang telah ditelaah adalah sebagai berikut :
1.      Penelitian Rosidah (2010) tentang “Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Prestasi Pendidikan Agama Islam di SMP N 3 Pati”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan isu sentral yang sama dengan penelitian yang hendak dilakukan yaitu prestasi pendidikan agama Islam (PAI). Perbedaannya adalah pada variabel independennya dan pendekatan yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Rosidah menggunakan pendekatan kuantitatif dan mengambil variable independen teknologi informasi, sementara penelitian yang hendak dilakukan ini menggunakan pendekatan kualitatif dan menjadikan lingkungan social kemasyarakatan sebagai faktor yang diyakini berpengaruh terhadap prestasi pendidikan agama siswa SMP N 2 Gabus. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian yang hendak dilakukan bukan merupakan pengulangan terhadap penelitian yang telah diklakukan oleh peneliti terdahulu.
2.      Sudarman (2010) meneliti tentang “Pengaruh Kegiatan Ekstrakulikuler Keagamaan terhadap Aktivitas Peribadatan Implikasinya pada Peningkatan Prestasi Pendidikan Agama Islam di SMP N 1 Sukolilo”. Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian yang hendak dilakukan karena sama-sama membahas prestasi pendidikan agama pada SMP, namun berbeda dalah hal pendekatan yang digunakan maupun variable yang mempengaruhi. Penelitian Sudarman lebih melihat pada aktivitas ekstrakulikuler keagamaan pengaruhnya terhadap aktivitas peribadatan dan kemudian dipandang mempunyai implikasi terhadap prestasi belajar PAI pada siswa SMP N 1 Sukolilo.
Penelitian Sudarman  dengan pendekatan kuantitatif salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan kegiatan ekstrakulikuler terhadap aktivitas ibadah siswa yang kemudian berdampak positif terhadap peningkatan prestasi pendidikan agama. Perbedaannya dengan penelitian yang hendak dilakukan terletak pada variable independen yang dipandang mempengaruhi prestasi pendidikan agama siswa.
3.      Mochammad Yayan Diyana (2008) tentangPengaruh Metode Ceramah terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam  di Kelas VIII SMP Islam Al-Asmaniyah Kelapa Dua Kabupaten Tangerang”. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya pengaruh metode ceramah terhadap prestasi belajar siswa pada bidang studi pendidikan agama Islam.
Adapun penelitian ini bertitik tolak pada pemikiran bahwa metode ceramah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa jika seorang pendidik dapat menggunakannya secara efektif dan efisien.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei dan menginventarisasikan teori-teori yang berkaitan dengan metode ceramah yang diberikan kepada siswa menengah pertama dalam mencapai prestasi belajar.
Untuk mengetahui pengaruh metode ceramah terhadap prestasi belajar pendidikan agama Islam di kelas VIII SMP Islam Al-Asmaniyah Kelapa Dua Kabupaten Tangerang, menggunakan rumus product moment dari Karl Person, hasilnya “r” hitung sebesar 0,14 hal ini menunjukan lemahnya hubungan antara metode ceramah dengan prestasi PAI. Penelitian inijelas berbeda dengan penelitian yang hendak dilakukan meskipun memiliki kesamaan pada isu sentralnya yaitu prestasi pendidikan agama Islam.
Perbedaan penelitian pendahulu dengan penelitian yang telah dilakukan terletak pada instrumental. Penelitian yang hendak dilakukan mengambil isu sentral perilaku keagamaan yang diprediksikan dari lingkungan sosial masyarakat. Sementara penelitian sebelumnya tidak membahas dan meneliti isu sentral perilaku keagamaan. Perilaku keagamaan dipandang penting karena pendidikan agama pada siswa hasil akhirnya adalah pembentukan perilaku keagamaan.
Berdasarkan tinjauan pustaka yang dipaparkan diatas, maka penelitian yang hendak dilakukan adalah penelitian yang belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penelitian tentang “Dampak Lingkungan Sosial Kemasyarakatan terhadap Prestasi Pendidikan Agama Islam  di SMP N 2 Gabus Kabupaten Pati” bukan pengulangan terhadap penelitian terdahulu, melainkan penelitian baru dan asli.



C.    Kerangka Berpikir
Pembentukan perilaku dapat terjadi melalui tiga cara yaitu dengan cara kondisioning atau kebiasaan, pengertian atau insight dan menggunakan model.[29] Pembelajaran pendidikan agama akan menghasilkan perubahan perilaku karena pembelajaran agama yang dilakukan secara terus menerus bias menjadi suatu bentuk pembiasaan. Pembentukan perilaku keagamaan selain pembiasaan atau kondisioning juga dapat dengan menanam pengertian keagamaan atau insight sementara seorang guru agama bias menjadi model atau contoh tauladan yang baik sehingga hal ini juga bagian dari pembentukan perilaku keagamaan.
Menurut Bimo Walgito pembentukan perilaku manusia dapat ditempuh dengan kondisoning atau pembiasaan. Membiasakan diri berperilaku seperti yang diharapkan akhirnya akan membentuk perilaku yang diharapkan.[30] Jadi kalau siswa dibiasakan berperilaku keagamaan seperti shalat berjamaah, bertutur kata yang sopan berpenampilan bersih maka perilaku ini lama kelamaan akan terbentuk. Hal yang perlu diingat bahwa untuk pembiasaan memang memerlukan waktu dan kedisiplinan yang tinggi.
Siswa yang berada dilingkungan social keagamaan kurang baik, kemudian mendapatkan kebiasaan berperilaku menyimpang dari norma-norma agama maka lama kelamaan perilaku menyimpang tersebut akan melekat pada diri siswa. Dengan demikian peran lingkungan masyarakat maupun keluarga sangat besar dalam ikut membentuk perilaku siswa.  
Faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku selain pembiasaan adalah faktor insight. Insight adalah salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku melalui penanaman pengertian atau pemahaman. Pembelajaran agama islam merupakan proses penyerapan pengetahuan keagamaan sehingga siswa memperoleh pengertian keagamaan. Hal ini dapat membentuk perilaku sesuai dengan pengertian yang diterima dan di pahami oleh siswa. Misalnya siswa datang terlambat lalu diberi pengertian lain kali jangan sampai datang terlambat lagi karena hal tersebut dapat mengganggu teman-teman lain yang sedang mengikuti jalannya pembelajaran.
Pembentukan perilaku selain dipengaruhi faktor pembiasaan, insight juga dipengaruhi oleh faktor model. Faktor model ialah faktor yang dilihat sebagai contoh sehingga orang lain berperilaku seperti contoh yang dia lihat. Seorang siswa yang melihat contoh perilaku dan membuat dia tertarik pada perilaku tersebut maka dia akan menirukannya.
Berdasarkan uraian diatas dapat dinyatakan bahwa faktor faktor yang berpengaruh terbentuknya perilaku adalah faktor kondisioning atau pembiasaan, insight atau pengertian dan model atau contoh. Faktor lingkungan berdampak pada perilaku keagamaan siswa, karena faktor lingkungan termasuk katagori model dan pembiasaan.



BAB III

 
METODE PENELITIAN

A.    Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP N 2 Gabus kabupaten Pati bagian selatan. Lokasi penelitian termasuk wilayah kabupaten Pati yang berada di luar kota, yakni kecamatan Gabus. Transportasi dari kota ke lokasi dapat dijangkau baik dengan kendaraan umum maupun pribadi, sehingga memudahkan peneliti untuk berada dilokasi penelitian.  

B.     Jenis Data
Yang dimaksud data dalam penelitian ini adalah segala keterangan yang berhubungan dengan fakta dalam cakupan fokus permasalahan yang diteliti. Pengertian data memang ada kemiripan dengan pengertian informasi dan fakta. Oleh karena itu perlu dijelaskan bahwa dalam penelitian ini istilah informasi lebih ditonjolkan pada segi service, sedangkan data pada segi materinya. Sementara istilah fakta yang dimaksud adalah sesuatu yang menjadi milik obyek penelitian dan tidak dapat dipisahkan dengan obyek penelitian.[31] Peneliti hanya membawa keterangan tentang fakta yang disebut data.
43
 
Data dalam konteks penelitian ini adalah keterangan-­keterangan tentang fakta dampak lingkungan sosial kemasyarakatan terhadap prestasi PAI siswa SMP N 2 Gabus. Dari segi sumber pengambilan data, jenis data dalam penelitian ini adalah data primer, karena diperoleh dari sumber pertama di lapangan. Dari segi pendekatan yang digunakan, jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif, karena berupa keterangan baik secara lisan, dokumen maupun gambar-gambar termasuk simbol-simbol yang digunakan.

C.    Sumber Data
Penentuan sumber data sangat penting dalam melakukan penelitian jenis apapun. Kesalahan dalam menentukan sumber data akan dapat merusak hasil penelitian. Data yang telah dikumpulkan dengan susah payah tidak ada artinya karena diperoleh dari sumber yang salah. Kemudian data yang terkumpul dari sumber yang salah tersebut masih harus dianalisis dan kesimpulannya tentu tidak bisa sesuai dengan yang diharapkan karena data yang diperoleh adalah data yang dikumpulkan dari sumber yang salah, sehingga kerja analisis data hanyalah buang-buang energi saja.
Data dalam penelitian ini bersumber dari mereka yang dipandang peneliti banyak mengetahui tentang dampak lingkungan sosial kemasyarakatan terhadap prestasi pendidikan agama Islam  di SMP N 2 Gabus kabupaten Pati. Mereka adalah informan yang meliputi :
1.      Kepala Sekolah
2.      Guru Bimbingan Konseling (BK)
3.      Wali kelas
4.      Waka Kesiswaan
5.      Siswa-siswi
6.      Orang Tua siswa
7.      Tokoh masyarakat dan agama
Sumber data lazimnya dalam penelitian kualitatif disebut informan, dalam penelitian ini paling tidak ada 7 (tujuh) informan. Sungguhpun demikian sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif yang bersifat fleksibel karena naturalis atau alami, maka tidak menutup kemungkinan jumlah informan akan bertambah.
Tabel 3.1
Informan Sebagai Sumber Data Penelitian
No.
Status Informan
Nama
1
Kepala sekolah
Ridwan M. Ag
2
Guru BK
Kastubi S.Pd
3
Wali Kelas
Nazilatus Suranti S. Pd
4
Waka Kesiswaan
Suhirman S. Pd
5
Tokoh Agama
Suparno S.Pd
6
Tokoh Masyarakat
Mubasyirin S. Pdi
7
Siswa
  1. Agus Sujatmoko
  2. Deli Riandani
  3. Eka Srikurniati
  4. Edi Sulistyo
  5. Bilal Sena
  6. Sari Mahanani
  7. Muhammad Aji M.N
D.    Tehnik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Metode Observasi
Yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kondisi lingkungan sosial kemasyarakatan dan perilaku keagamaan sebagai permasalahan yang diteliti.[32] Peneliti melakukan pengamatan langsung dari dekat terhadap objek yang diteliti dari awal sampai akhir penelitian yaitu siswa sebagai subjek penelitian, dengan tujuan agar peneliti dapat memperoleh data yang lengkap.
2.      Wawancara
Adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.[33] Penggunaan teknik wawancara dianggap baik untuk memperoleh data langsung dari responden, sehingga mendapatkan data yang akurat, dan hal yang meragukan dapat dinyatakan dan dibuktikan secara langsung.
3.      Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis, metode ini lebih dimengerti dibandingkan dengan metode pengumpulan data yang lain. Dalam menggunakan metode dokumentasi ini dimaksudkan untuk memperoleh data latar belakan lingkungan social kemasyarakatan siswa dan sekaligus daftar nilai PAI siswa SMP N 2 Gabus.  

E.     Pengecekan Keabsahan
Data yang telah terkumpul dan dianalisis perlu dicek keabsahannya. Pengecekan keabsahan data ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan data yang harus valid dan reliabel.
Dalam penelitian ini pengecekan keabsahan data dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi yang ada. Misalnya membandingkan hasil wawancara dengan hasil observasi, membandingkan apa yang terjadi dalam situasi penelitian dengan apa yang terjadi sepanjang waktu yang oleh Moeleong disebut trianggulasi.
Kecuali, trianggulasi, Moeleong juga menyebutkan perlunya keabsahan data melalui pengecekan anggota dan diskusi sejawat. Melalui pengecekan anggota, berbagai kesimpulan hasil analisis dikuatkan dan dimantapkan oleh pihak-pihak terkait, sehingga terhindar dari berbagai komplain atas hasil kesimpulan penelitian. [34]
Demikian pula melalui diskusi sejawat, peneliti mendapat masukan dari pandangan yang berbeda, pendapat dan kritik, sehingga kesimpulan penelitian menjadi lebih sempurna.[35] Pengecekan keabsahan data dalam bentuk diskusi sejawat maupun pengecekan anggota dalam pelaksanaannya dapat berbentuk forum pertemuan atau secara pribadi-pribadi.
Seperti dijelaskan di atas bahwa penelitian kualitatif metodenya selalu kondisional. Apa yang telah direncanakan oleh peneliti bisa berubah dalam praktek di lapangan. Demikian pula untuk pelaksanaan pengecekan anggota maupun diskusi sejawat juga bersifat kondisional. Dalam pelaksanaannya pengecekan anggota akan mengikuti situasi dimana informan bersedia untuk meluangkan waktu guna klarifikasi data, demikian pula untuk diskusi sejawat.

F.     Tehnik Analisis Data
Dalam melakukan analisis data, peneliti menggunakan model interaktif dengan alur pikir sebagai berikut :[36]


 




Gambar 3.1 Analisis Data
Penjelasan gambar di atas adalah sebagai berikut:
1.      Pengumpulan data di lapangan dapat dikelompokkan dalam bingkai reduksi untuk kemudian disajikan atau sebaliknya disajikan dulu baru direduksi.
2.      Baik dari reduksi atau penyajian data terus dapat disimpulkan dan diverifikasi dengan data yang terkumpul dari lapangan.
3.      Alur pikir model interaksi disajikan dalam analisis data berupa narasi, matrik dan bagan konteks.



 


BAB IV

 
HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN TEMUAN

A.    Hasil Penelitian
1.      Kondisi Obyektif SMP Negeri 2 Gabus
Keberadaan SMP Negeri 2 Gabus dijelaskan oleh salah seorang informan sebagai berikut :
“SMP Negeri 2 Gabus Kabupaten Pati  berdiri pada tahun 1993 dan mulai melakukan kegiatan pendidikan pada tahun pelajaran 1993/1994. Sekolah tersebut berada di Desa Gempolsari Kecamatan Gabus Kabupaten Pati , Jalan Raya Pati – Gabus Km. 5 Pati.[37]
Kondisi obyektif SMPN 2 Gabus dari hasil observasi tentang sarana prasarana dapat menunjukan bahwa :
“Keberadaan sarana dan prasarana dalam lembaga pendidikan merupakan faktor yang mendukung kelancaran, efektivitas, efisiensi, dan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Tanpa sarana dan prasarana yang memadai mustahil kiranya penyelenggaraan pendidikan akan berjalan sesuai dengan harapan. Untuk itu ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan perangkat pendukung penyelenggaraan pendidikan yang sangat penting, bahkan sangat vatal.”[38]
Melengkapi data sarana prasarana salah seorang informan menjelaskan sebagai berikut:
50
 
“Salah satu prasarana pembelajaran di SMP Negeri 2 Gabus Kabupaten Pati yang saat ini  dibutuhkan adalah buku pelajaran pendidikan agama. Ketersediaan buku pelajaran pendidikan agama  tentu saja akan membantu keefektifan  pembelajaran baik dari segi proses maupun hasil.  Secara lebih spesifik ketersediaan buku pelajaran pendidikan agama diharapakan dapat meningkatkan ketakwaan siswa terhadap agama yang dianutnya  dalam kerangka pembentukan karakter siswa yang religius, berakhlak mulia, jujur, santun, toleran, dan bertanggung jawab. Hal ini sangat relevan dengan isu pembentukan dan pemantapan karakter bangsa  yang akhir-akhir ini  menjadi problem bangsa Indonesia.”[39]
Informan lain menambahkan penjelasan tentang kebutuhan buku pelajaran untuk siswa sebagai berikut :
“Sampai dengan tahun pelajaran 2011/2012, setiap siswa  belum memiliki buku pegangan berupa buku pelajaran pendidikan agama.  Kondisi ini tentu menunjukkan bahwa siswa mengalami hambatan dalam memperoleh buku yang relevan dengan tujuan pembentukan karakter sejak dini.  Menyikapi kondisi seperti ini, SMP Negeri 2 Gabus bermaksud mengajukan permohonan bantuan pengadaan buku pelajaran pendidikan agama agar tujuan sebagaimana tersebut di atas dapat tercapai.[40]
Dari data diatas menunjukkan bahwa sarana prasarana sangat penting dalam proses belajar mengajar tetapi untuk buku pegangan siswa sampai dengan tahun pelajaran 2011/2012 belum ada. Kondisi ini tentu menjadi salah satu faktor penghambat kelancaran proses belajar mengajar di SMP Negeri 2 Gabus. Sementara tujuan pendidikan yang harus dicapai tidak lepas dari sarana berupa buku. Adapun tujuan pendidikan yang harus dicapai oleh SMP Negeri 2 Gabus sudah cukup jelas dan dipahami oleh semua guru termasuk karyawan. Tujuan pendidikan tersebut dirumuskan sebagai berikut :
“Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.”[41]

Tujuan pendidikan ini agar dapat tercapai dengan cepat tentu harus ada sarana yang memadai baik yang berupa bangunan fisik maupun sarana lainnya. Sarana fisik yang telah dimiliki oleh SMP Negeri 2 Gabus dari hasil penelitian dapat disajikan sebagai berikut :
SMP Negeri 2 Gabus menempati tanah seluas 11.220 m2 milik pemerintah dengan luas bangunan 1.226 m2. Secara rinci bangunan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
* Ruang Kepala Sekolah         : 1 buah
* Ruang Guru                         : 1 buah
* Ruang TU                            : 1 buah
* Ruang Kelas                         : 15 buah
* Ruang Lab IPA                    : 1 buah
* Ruang Lab Komputer          : 1 buah
* Ruang Perpustakaan            : 1 buah
* Ruang BP                             : 1 buah
* Ruang UKS                         : 1 buah
* Ruang Ketrampilan              : 1 buah
* WC siswa                             : 2 buah
* WC Guru                             : 1 buah
* Pos Satpam                          : 1 buah
* Musholla                              : 1 buah
* Koperasi Siswa                    : 1 buah
* Tempat Parkir Guru             : 1 buah
* Tempat Parkir Siswa            : 1 buah [42]

Keberadaan SMP Negeri 2 Gabus dengan sarana prasarana yang telah dimiliki sebagaimana data yang telah dipaparkan diatas, telah  menetapkan kondisi ideal yang dicita-citakan untuk diwujudkan dirumuskan dalam bentuk visi misi sebagai berikut :
a.      Visi Sekolah
“Terwujudnya Generasi Berprestasi, Terampil, Berkepribadian Luhur, Berakhlak Mulia, Dan Berbekal Kecakapan Hidup”
b.      Misi
Misi SMP Negeri 2 Gabus sebagaimana diuraikan di bawah ini.
1)      Mewujudkan prestasi lulusan dengan KKM rata-rata Nilai Ujian Nasional dan Ujian Sekolah 7,50 dengan persentase kelulusan 100% dan >90% dari lulusan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
2)      Mewujudkan prestasi akademik dan nonakademik untuk memperoleh kejuaraan tingkat kabupaten
3)      Mewujudkan Dokumen-1 KTSP
4)      Mewujudkan silabus semua mapel untuk semua jenjang/ tingkatan
5)      Mewujudkan RPP semua mapel untuk semua jenjang/ tingkatan
6)      Mewujudkan pengembangan pendukung perangkat kurikulum.
7)      Mewujudkan pengimplementasian CTL dalam setiap pembelajaran
8)      Mewujudkan penggunaan media yang berbasis teknologi informasi
9)      Mewujudkan tenaga pendidik dan kependidikan yang kompeten.
10)  Mewujudkan prasarana dan sarana pendidikan yang lengkap dan terpelihara.
11)  Mewujudkan pengelolaan administrasi sekolah berbasis teknologi informasi.
12)  Mewujudkan pembiayaan pendidikan yang akuntabel.
13)  Mewujudkan penilaian hasil belajar siswa berbasis teknologi informasi (komputerisasi).
14)  Mewujudkan budaya mutu dan lingkungan sekolah [43]

Dalam rangka mewujudkan visi misinya, visi misi tersebut kemudian dijabarkan dalam program kerja jangka panjang, menengah dan pendek sebagai berikut :
a.       Jangka Panjang
“Tujuan jangka panjang SMP Negeri 2 Gabus disusun dalam bentuk visi dan misi SMP Negeri 2 Gabus. Visi dan misi tersebut mengacu kepada tujuan pendidikan nasional (Pasal 3 UURI No. 20 Tahun 2003) dan tanggung jawab sebagai salah satu jenjang pendidikan dasar (Pasal 17 UURI No. 20 Tahun 2003). “
b.      Jangka Menengah
Tujuan sekolah jangka menengah SMP Negeri 2 Gabus direncanakan mulai tahun pelajaran 2009/ 2010 sampai dengan 2012/ 2013 dan pada akhir tahun pelajaran 2012/ 2013 dapat mencapai sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan prestasi lulusan dengan KKM rata-rata Nilai Ujian Nasional dan Ujian Sekolah 7,50 dengan persentase kelulusan 100% dan >90% dari lulusan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
1)      Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan prestasi akademik minimal 2 jenis bidang kejuaraan tingkat kabupaten
2)      Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan prestasi nonakademik minimal 9 jenis bidang kejuaraan tingkat kabupaten
3)      Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan Dokumen-1 KTSP
4)      Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan silabus semua mapel untuk semua jenjang/ tingkatan
5)      Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan RPP semua mapel untuk semua jenjang/ tingkatan
6)      Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan pengembangan bahan ajar
7)      Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan panduan pembelajaran
8)      Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan panduan evaluasi hasil belajar
9)      Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan persiapan pembelajaran
10)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan persyaratan pembelajaran,
11)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan pengimplementasian CTL dalam pembelajaran
12)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan penggunaan media yang berbasis teknologi informasi
13)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan kepala sekolah sesuai standar nasional pendidikan
14)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan guru sesuai standar nasional pendidikan
15)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan tenaga pendukung/ karyawan sesuai standar nasional pendidikan
16)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan laboratorium IPA Fisika dan IPA Biologi secara lengkap dan terpelihara
17)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan laboratorium bahasa yang lengkap dan terpelihara
18)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan laboratorium komputer/ multimedia standar dengan akses jaringan internet memadai
19)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan layanan perpustakaan standar dengan koleksi perpustakaan yang lengkap
20)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, ruang sekretariat Osis, Pramuka, komite sekolah yang representatif
21)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan lapangan sepakbola/ futsal
22)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan lingkungan sekolah dengan tamanisasi yang optimal (25% dari lahan)
23)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan sarana pendukung kegiatan paduan berupa sebuah organ (keyboard) yang memadai
24)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan pengembangan RKAS dengan pelibatan warga sekolah dan komite sekolah
25)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan monitoring evaluasi kinerja sekolah secara terjadwal dengan dilengkapi tim internal
26)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan pengelolaan administrasi sekolah berbasis teknologi informasi (PAS/ SIM).
27)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan penggalangan sumber dana minimal 5 sumber dana
28)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan alokasi anggaran peningkatan kualitas pendidikan >20% dari total anggaran
29)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran dengan prinsip akuntabilitas.
30)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan pengolahan hasil belajar siswa berbasis teknologi informasi (komputerisasi).
31)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan tindak lanjut analisis hasil belajar siswa secara terprogram dan terjadwal.
32)  Sekolah mampu memenuhi/ menghasilkan budaya mutu dan lingkungan sekolah
c.       Jangka Pendek
1)     Peningkatan kualitas lulusan mencapai rata-rata Nilai Ujian Nasional 7,40 dengan persentase kelulusan 100%.
2)      Persentase lulusan yang melanjutkan studi >90%.
3)      Prestasi akademis mencapai 2 jenis bidang kejuaraan tingkat kabupaten (lomba siswa berprestasi atau olimpiade/ lomba mapel).
4)      Prestasi nonakademis mencapai 8 jenis bidang kejuaraan tingkat kabupaten (olah raga, lingkungan kesehatan, kesenian, keagamaan).
5)      Kesan umum kedisiplinan siswa dan kepedulian lingkungan >100%.
6)      Kerja sama dengan pihak luar yang berkait dalam pembinaan kepribadian dan akhlak mulia siswa lebih dari 4 kali setahun.
7)      Peningkatan budaya mutu sekolah in action terlaksana dan terjadwal.
8)      Kepemilikan, pemahaman, penerapan dokumen kurikulum 100%.
9)      Kepemilikan, pemahaman, penerapan dokumen perangkat kurikulum 100%.
10)   Kepemilikan, pemahaman, penerapan dokumen pendukung perangkat kurikulum 100%.
11)  Kepemilikan, pemahaman, penerapan dokumen panduan pembelajaran dan panduan evaluasi hasil belajar memenuhi SNP.
12)  Pemenuhan persiapan pembelajaran 100% dari SNP.
13)  Kualitas proses pembelajaran yang mengimplementasikan CTL dan menggunakan media yang mendukung 100%.
14)  Pemenuhan pelaksanaan penilaian pembelajaran 100% dari SNP.
15)  Tenaga pendidik dan kependidikan 95% yang mampu memanfaatkan teknologi informasi.
16)  Ruang laboratorium IPA sesuai standar dengan peralatan IPA lengkap dan terpelihara.
17)  Laboratorium komputer memenuhi standar dengan akses jaringan internet memadai.
18)   Perpustakaan dikelola tenaga khusus/ pustakawan dan koleksi perpustakaan memadai.
19)  Ruang guru representatif untuk menampung semua guru.
20)  Lapangan basket, bola voli, sepak takraw, tenis meja ada.
21)  Tamanisasi sekolah optimal untuk mendukung 6K.
22)  Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah tersusun dengan melibatkan warga sekolah dan komite.
23)  Monitoring Evaluasi kinerja sekolah sudah diprogramkan disertai monitoring evaluasi oleh tim internal.
24)  Pengelolaan administrasi sekolah memanfaatkan teknologi informasi (PAS/ SIM).
25)  Pembiayaan bersumber dari APBN, APBD I, APBD II, Bantuan Orang Tua, dan sumber dana yang memungkinkan.
26)  Alokasi anggaran untuk peningkatan kualitas pendidikan mencapai >20%.
27)  Pertanggungjawaban penggunaan anggaran dilakukan dan lengkap bukti fisik administrasi.
28)  Pengembangan income generating unit/ unit usaha memadai.
29)  Dukungan fasilitas teknologi informasi maksimal dalam pengolahan nilai atau hasil belajar siswa.
30)  Program tindak lanjut hasil belajar siswa terlaksana dan terjadwal.
31)  Pengembangan budaya dan lingkungan sekolah maksimal.[44]

Tujuan yang ingin diwujudkan oleh SMP Negeri 2 Gabus masih membutuhkan sumber daya manusia yang memadai dalam hal ini para guru yang memiliki kompetensi sesuai dengan tuntutan kebutuhan sekolah. Berikut data guru-guru yang ada di SMP Negeri 2 Gabus :
“Keadaan guru SMP Negeri 2 Gabus pada tahun pelajaran 2008/2009 berdasarkan data yang penulis peroleh dari Tata Usaha  terdiri dari 36 guru, dimana dari 36 guru tersebut sebanyak 28 guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) sedangkan sisanya sebanyak 8 orang masih berstatus sebagai Guru Tidak Tetap (GTT). Mayoritas guru telah memenuhi standar kualifikasi S1/ Akta IV  yaitu 30 guru (83 %), Diploma 3 / Akta III sebanyak 5 guru dan seorang guru berijazah PGSLP.”[45]
Keberadaan para guru memiliki status yang berbeda-beda, ada yang PNS ada yang masih GTT, secara rinci disajikan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 4.1
Data Jumlah Guru Berdasar Status Kepegawaian [46]
NO
STATUS
KEPEGAWAIAN
KUALIFIKASI AKADEMIK
JML
(orang)
SI / A. IV
D3 / A. III
PGSLP
1.
2.
PNS
GTT
22
8
5
-
1
-
28
8

JUMLAH
30
5
1
36
.
Dari data tersebut diatas jelas bahwa profesionalisme tenaga pendidik atau guru SMP Negeri 2 Gabus sudah cukup memadahi karena 83 % telah memenuhi standar kualifikasi S1/A.IV dan mengajar sesuai dengan bidang studinya sehingga sangat menunjang terhadap usaha peningkatan  efektifitas pembelajaran.
Selanjutnya untuk mengetahui keadaan siswa SMP Negeri 2 Gabus dapat dilihat dalam Tabel sebagai berikut :




Tabel 4.2
Data Siswa SMP Negeri  2 Gabus, 2013 [47]
NO
KELAS
JENIS KELAMIN
JUMLAH
(orang)
L(orang)
P(orang)
1
VII A
VII B
VII C
VII D
VII E
19
25
24
22
22
21
14
16
18
18
40
39
40
40
40
JUMLAH
112
87
199
2
VIII A
VIII B
VIII C
VIII D
VIII E
18
20
19
20
21
22
20
20
20
19
40
40
39
40
40
JUMLAH
98
101
199
3
IX A
IX B
IX C
IX D
IX E
14
20
20
24
21
26
20
18
14
16
40
40
38
38
37
JUMLAH
99
94
193
JML KESELURUHAN
309
282
591

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah siswa SMP Negeri 2 Gabus berjumlah 591 siswa yang terbagi dalam tiga kelas yaitu Kelas VII sebanyak 199 siswa dibagi dalam lima Rombel (rombongan belajar), Kelas VIII sebanyak 199 siswa terbagi dalam lima rombel dan kelas IX sebanyak 193 juga terbagi dalam lima rombel. Jumlah siswa untuk tiap rombongan belajar berkisar antara 37 sampai 40 siswa dengan  ruang kelas berukuran 7 x 9 meter  secara umum tidak melebihi kapasitas jumlah rombel untuk tingkat SMP sehingga ditinjau dari lingkungan fisik sekolah kususnya adalah ruang belajar, masih representatif  dan  dapat mendukung tercapainya efektifitas pembelajaran.
Berkaitan dengan kemampuan akademik peserta didik, rata–rata siswa memiliki kemampuan akademik yang pas-pasan. Keadaan itu sangat berpengaruh terhadap perilaku keagamaan peserta didik. Berikut tabel kelulusan siswa SMP Negeri 2 Gabus.

Tabel 4.3
Data Kelulusan Siswa SMP Negeri 2 Gabus 2013 [48]
TAHUN
JML PESERTA
TDK LULUS
LULUS
% LULUS
L
P
JML
L
P
JML
L
P
JML

2008/2009
2009/2010
2010/2011
2011/2012

69
62
85
72

89
91
73
74


158
153
158
146

1
2
1
-

-
1
-
-

1
3
1
-

68
60
84
72

89
90
73
74

157
150
157
146

99,36
98,04
99,36
100


2.      Deskripsi lingkungan sosial masyarakat di sekitar SMP Negeri 2 Gabus.
Kondisi lingkungan sosial masyarakat di sekitar SMP Negeri 2 Gabus, dari hasil observasi menunjukkan bahwa :
“Disekitar lokasi sekolah kondisi masyarakatnya adalah masyarakat yang tidak agamis. Tempat-tempat ibadah tidak ada disekitar sekolah. Warga masyarakat sebagian besar tidak melakukan ibadah sesuai dengan syari’at Islam. Kegiatan belajar agama seperti TPQ atau TPA tidak ditemukan disekitar lokasi SMP Negeri 2 Gabus.”[49]

Melengkapi data tentang kondisi lingkungan sekolah, diperoleh keterangan dari salah seorang informan yang menjelaskan bahwa :
“Masyarakat sini kebanyakan kerja di perantauan, sehingga tidak tinggal cukup lama di desa sini. Kadang-kadng mereka pulang ke kampung, tetapi tidak lama kemudian kembali lagi ke perantauan. Jadi masalah tempat ibadah tidak terpikirkan, yang dikejar oleh masyarakat sini adalah masalah ekonomi. Apalagi lokasi ini juga sering kena banjir kalau musim hujan. Masyarakat lebih mengutamakan membangun rumah yang bisa selamat dan terhindar dari bahaya banjir, masalah tempat ibadah selama ini belum terpikirkan oleh warga masyarakat.”[50]

Berdasarkan data diatas dapat digambarkan bahwa kondisi lingkungan sosial kemasyarakatan disekitar lokasi sekolah masih belum menunjukkan gejala yang positif dalam menunjang terbentuknya perilaku keagamaan bagi siswa di SMP Negeri 2 Gabus. Penyebaran tempat tinggal siswa SMP Negeri 2 Gabus juga sebagian ada yang dilingkungan masjid besar gabus. Hal ini beradasarkan keterangan dari salah seorangm siswa yang menyatakan sebagai berikut :
“Saya tinggal disekitar masjid besar kecamatan Gabus. Karena rumah saya dekat masjid jadi kalau ada adzan saya berusaha untuk bisa ikut sholat berjamaah di masjid. Kegiatan-kegiatan di masjid selain sholat berjamaah juga ada kegiatan belajar membaca Al-qur’an. Kegiatan ini dilakukan setiap habis magrib. Mesikipun saya tidak bisa mengikuti kegiatan belajar Al-Qur’an di masjid secara rutin, tetapi kadang-kadang saya juga ikut. Sebabnya saya kadang-kadang harus mengerjakan PR.”[51]

Data tentang lingkungan sosial kemasyarakatan yang berkaitan dengan dekat jauhnya tempat tinggal siswa dengan tempat ibadah baik musholla maupun masjid dari sembilan kelas yang terdiri dari kelas VII tiga kelas, kelas VIII tiga kelas dan kelas IX tiga kelas diobservasi setiap kelas kemudian dihitung berapa yang dekat dengan tempat ibadah dan berapa yang jauh dari tempat ibadah. Siswa diminta untuk angkat tangan untuk yang dekat dengan tempat ibadah lalu dihitung dan sisanya dianggap siswa yang tempat tinggalnya jauh dari tempat ibadah. Dari hasil perhitungan diprosentase untuk dibandingkan antara siswa yang dekat dengan tempat ibadah dan dengan yang jauh. Hasil perhitungan menunjukkan sebagian besar siswa bertempat tinggal jauh dari tempat ibadah. Tempat ibadah seperti mushola dan masjid memberi warna yang kental keagamaan, sehingga berpengaruh kepada warga masyarakat yang ada dialamnya termasuk siswa SMP Negeri 2 Gabus. Hal ini memang ideal karena dapat menunjang keberhasilan pendidikan agama islam, namun dalam kenyataan justru banyak siswa yang tempat tinggal mereka jauh, bahkan boleh dikatakan tidak ada tempat-tempat ibadah seperti mushola dan masjid. Secara lebih rinci diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.4
Data Tempat Tinggal Siswa dari Segi Jauh dan Dekat
dengan Musholla atau Masjid [52]
NO
KELAS
DEKAT
JAUH
1
VII
10 %
90 %
2
VII
5 %
95 %
3
VII
20 %
80 %
4
VIII
17 %
83 %
5
VIII
22 %
78 %
6
VIII
12 %
88 %
7
IX
15 %
85 %
8
IX
25 %
75 %
9
IX
13 %
87 %
JUMLAH
139 %
761 %
RATA-RATA
15,4 %
84,6 %

Berdasarkan data diatas, dapat dideskripsikan bahwa lingkungan sosial kemasyarakatan siswa SMP Negeri 2 Gabus sebagian besar jauh dari tempat peribadatan. Tempat peribadatan baik Masjid maupun Musholla yang dekat dengan tempat tinggal siswa hanya sebesar 15,4 %, karena sebagian besar siswa bertempat tinggal jauh dari tempat ibadah, maka sebanyak 84,6 % siswa layak dipertanyakan perilaku keagamaannya. Bagaimanapun juga tempat-tempat ibadah baik masjid maupun musholla berpengaruh kepada perilaku keagamaan bagi masyarakat sekitarnya.

3.      Deskripsi  perilaku keagamaan siswa SMP Negeri 2 Gabus.
Perilaku ibadah siswa SMP Negeri 2 Gabus dari hasil wawancara dengan salah seorang informan menyatakan sebagai berikut :
“Sebagian besar siswa SMP Negeri 2 Gabus belum melaksanakan sholat lima waktu. Hal ini dapat dilihat dari perilaku sehari-hari disekolah ketika tiba waktu sholat dzuhur, maka hanya sebagian kecil siswa yang melaksanakan ibadah shalat dzuhur. Padahal disekolah sudah disediakan sarana ibadah berupa musholla, seharusnya siswa yang beragama Islam memanfaatkan untuk ibadah bersama teman-teman, tetapi hal ini tidak dilakukan. Jadi, siswa yang taat ibadah hanya sebagian kecil.[53]

Dari observasi menunukkan bahwa:
“Sebagian siswa jika bertemu dengan gurunya mereka mengucapkan salam, jika mendapatkan berita yang menggembirakan mereka mengucapkan alhamdulillah. Ketika ada berita lelayu keluarga dari teman mereka ada yang meninggal dunia kebanyakan siswa beriur untuk bela sungkawa dan membaca istirjak”[54]

Melengkapi data diatas yang menyatakan pendapatnya senada. Pendapat ini menggambarkan bahwa kondisi perilaku keagamaan siswa terutama dalam hal sholat berjamaah di sekolah hanya diikuti oleh sebagian kecil siswa SMPN 2 Gabus.  Salah seorang informan yang memberi pernyataan tentang hal ini ketika diwawancarai, dari tokoh agama menyatakan bahwa :
“Perilaku keagamaan jika di sekolah umum seperti di SMP Negeri 2 Gabus boleh dikatakan sangat kurang. Hal ini karena di sekolahan tidak didominasi dengan pelajaran agama. Namanya saja sekolah umum bukan madrasah, jadi sekidit sekali yang melakukan aktifitas keagamaan dengan sungguh-sungguh. Di sekolah seperti SMPN 2 Gabus masih lumayan memiliki mushola, dan mengadakan kegiatan sholat berjamaah, meskipun siswa yang mengikuti hanya sebagian kecil.[55]

 Dari data diatas menunjukkan bahwa perilaku keagamaan sebagian siswa sudah baik dan sebagian lainnya masih perlu mendapat pembinaan.
4.      Dampak lingkungan sosial masyarakat terhadap perilaku keagamaan siswa di SMP Negeri 2 Gabus.
Dari hasil wawancara dengan salah seorang siswa yang mengikuti sholat berjamaah duhur diperoleh penjelasan sebagai berikut.
“Saya dirumah sudah terbiasa mengerjakan sholat berjamaah di masjid. Kebetulan rumah saya dekat dengan masjid. Teman-teman saya kebanyakan mereka juga mengerjakan sholat berjamaah dimasjid. Pada sore hari saya dan teman-teman belajar baca tulis Al Qur’an di taman pendidikan Al Qu’an (TPQ) yang diselenggarakan di masjid juga.[56]

Salah seorang informan dari kalangan siswa menunjukan perilaku keagamaan yang dilakukan di sekolah. Perilaku keagamaan ini berupa ucapan-ucapan yang diucapkan yaitu berupa bacaan hamdalah ketika mengakhiri pelajaran dan mengucapkan istirjak ketika mendengar ada salah seorang keluarga teman sekolah meninggal dunia. Pernyataannya adalah sebagai berikut:
“Kami tinggal di suatu desa tepatnya desa Mojolawaran. Di desa kami lingkungan masyarakatnya hampir semuanya taat beragama. Sholat jamaah di masjid juga cukup banyak. Teman-teman bermain sehari-hari mereka rajin mengaji di masjid, jadi saya juga ikut mereka ke masjid. Dan kalau ada hari-hari besar Islam seperti Maulud Nabi, tahun baru Hijriah ada lomba di masjid saya juga ikut kegiatan lomba tersebut.”[57]

Dari data ini dapat dinyatakan bahwa lingkungan sosial kemasyarakatan yang kental dengan nuansa keagamaan berdampak posotif terhadap perilaku keagamaan siswa SMP Negeri 2 Gabus.

5.      Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan siswa di SMP Negeri 2 Gabus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan pada siswa SMP Negeri 2 Gabus dinyatakan oleh salah seorang informan sebagai berikut:
“Saya mengerjakan sholat berjamaah itu sejak kelas enam Sekolah Dasar Negeri 1 Gabus. Keluarga saya bapak dan ibu saya juga kakak-kakak saya selalu mengerjakan sholat berjamaah di Masjid. Saya berusaha menegakkan sholat karena saya tahu bahwa sholat adalah wajib hukumnya. Wajib itu apabila tidak dilakukan akan mendapatkan siksa karena berdosa, tetapi kalau dikerjakan dengan ikhlas, mengharap ridho Allah, akan mendapat pahala.[58]

Pernyataan yang senada dikemukakan oleh salah seorang informan yang secara keseluruhan sebagai berikut:
“Masalah perilaku keagamaan seperti sholat, puasa ramadhan, mengucapkan tahmid, tasbih, takbir dan sebagainya itu memang disebabkan oleh faktor dari dalam diri berupa kesadaran. Kesadaran beragama menurut saya adalah petunjuk dari Allah SWT. Jadi siswa tidak bisa dipaksakan untuk melaksanakan apa-apa yang disyariatkan agama. Misalnya berbusana muslimah atau pakai jilbab kalau dipaksakan justru akan membentuk pribadi munafik. Karena hati nuraninya sebenarnya menolak tapi karena terpaksa maka dia mengenakan pakaian jilbab.[59]

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa perilaku keagamaan bisa disebabkan oleh faktor eksternal berupa lingkungan sosial kemasyarakatan seperti dikemukakan informan pertama, tetapi kemudian dilengkapi oleh informan kedua yang menyatakan bahwa perilaku keagamaan bisa jadi disebabkan karena faktor internal berupa kesadaran atas pengetahuan yang dianggap benar.



B.     Pembahasan
1.      Narasi Dampak Lingkungan Sosial Kemasyarakat Terhadap Perilaku Kegaamaan siswa
Siswa SMP Negeri 2 Gabus, berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas dapat dinyatakan bahwa lingkungan sosial kemasyarakatan siswa SMP Negeri 2 Gabus di sekitar lingkungan sekolah tidak menunjukkan nuansa keagamaan. Lokasi sekolah jauh dari tempat-tempat peribadatan baik masjid maupun musholla.
Kondisi masyarakatnya dari segi perekonomian banyak yang merantau keluar jawa. Mata pencaharian penduduk yang tinggal di sekitar mayoritas petani. Kegiatan keagamaan tidak banyak dilakukan di sekitar lokasi sekolah.
Tempat tinggal siswa sebagian kecil berada di lingkungan yang kental dengan keagamaan. Banyak tempat ibadah baik musholla maupun masjid dan di sekitar itu pula ada sebaian kecil siswa SMP Negeri 2 Gabus yang tinggal dekat tempat peribadatan.
Perilaku keagamaan siswa di SMP Negeri 2 Gabus setiap tiba waktu sholat duhur diselenggarakan kegiatan sholat duhur berjamaah, kegiatan ini diikuti oleh sebagian kecil dari jumlah siswa yang ada. Kegiatan keagamaan yang bersifat ritual lainnya seperti puasa senin kamis belum ditemukan.
Perilaku keagamaan yang berupa ibadah sosial sudah cukup baik. Hal ini ditunjukkan adanya kepedulian bela sungkawa kalau ada keluarga salah seorang guru atau siswa yang meninggal dunia. Kepedulian sosial lainnya seperti saling tolong-menolong, menengok temannya yang sedang sakit juga biasa dilakukan di SMP Negeri 2 Gabus.
Lingkungan sosial kemasyarakatan yang kental dengan nuansa keagamaan berpengaruh sangat positif terhaap perilaku keagamaan siswa. Namun hal ini tidak bersifat mutlak karena perilaku keagamaan juga bisa disebabkan karena adanya kesadaran yang mendalam. Kesadaran ini tumbuh karena pemahaman terhadap pengetahuan agama yang diyakini sebagai kebenaran yang harus ditegakkan.
Berdasarkan narasi di atas perilaku keagamaan tidak bisa dipaksakan oleh guru agama atau oleh orang tuanya dan bahkan oleh siapa saja. Perilaku keagamaan harus muncul atas dasar kesadaran, yakni kesadaran yang timbul akibat dari pengetahuan agama yang telah dimiliki. Pada sisi lain agama sebenarnya adalah hidayah dari Allah SWT dan dalam ajaran Islam tidak ada paksaan dalam melaksanakan agama. Bahkan seorang Rasul pun yaitu Rasulullah SAW tidak berhasil mendorong pamannya Abu Thalib untuk melaksanakan ajaran Islam. Hal ini adalah dasar cara berfikir bahwa perilaku keagamaan selain ditumbuhkan dari pendidikan pada dasarnya juga merupakan dorongan dari dalam atas hidayah Allah SWT.


2.      Matrik Dampak Lingkungan Sosial kemasyarakatan Terhadap Perilaku Kegaamaan Siswa
Dari data di atas telah disajikan dalam bentuk narasi untuk lebih mempermudah dalam memahami dan memaknainya dapat disajikan dalam bentuk matrik sebagai berikut:
No.
Lingkungan Sosial
Perilaku Keagamaan
Dampak
Faktor-Faktor
1.
2.

3.


4.
Dekat masjid 15,4 %
Jauh dari Masjid 84,6%
Keluarga taat beragama sebagian kecil
Keluarga abangan sebagian besar
Jamaah sholat sebagian kecil, amal sholeh sosial hampir semuanya
Lingkungan keagamaan berdampak positif.
Faktor lingkungan berpengaruh perilaku keagamaan
Faktor kesadaran pemahaman agama berpengaruh perilaku keagamaan

Berdasarkan matrik di atas dapat dijelaskan bahwa pembentukan perilaku bisa terjadi karena kebiasaan. Hal ini ditunjukkan oleh data di atas bahwa salah seorang siswa keluarganya terbiasa sholat berjamaah di masjid dan mengakibatkan ia menjadi tekun sholat berjamaah. Faktor pengetahuan yang dipahami juga menjadi penyebab perilaku keagamaan. Hal ini ditunjukkan oleh data diatas yang menunjukkan bahwa kesadaran dari dalam karena petunjuk atau hidayah dari Allah menjadi sebab orang berperilaku keagamaan.
Dalam rangka membentuk perilaku keagamaan yang baik perlu diperhatikan teori-teori bagaimana perilaku itu dapat dibentuk. Secara teoritis model atau contoh keteladanan dari para guru akan dapat mendorong siswa untuk berperilaku keagamaan. Apabila karyawan dan guru semuanya melakukan sholat duhur berjamaah di sekolah, maka hal ini akan mendorong kepada semua siswa untuk ikut sholat berjamaah.
Teori pembiasaan kalau semua siswa sudah dibiasakan melakukan sholat duhur berjamaah, maka lama kelamaan perilaku keagamaan akan terbentuk akibat kebiasaan. Oleh karena itu pembiasaan yang selalu dikontrol dengan ketat mempunyai fingsi penting dalam mewujudkan perilaku tertentu yang diharapkan terjadi. Seperti yang dipaparkan diatas yang kemudian dilakukan pembahasan bahwa pembentukan perilaku dapat diwujudkan melAlui sebuah rekayasa dalam bentuk peraturan tata tertib sekolah, sehingga siuswa menjadi terbiasa berperilaku keagamaan.

C.    Temuan  
1.      Belum Adanya Model
Berdasarkan pembahasan di atas terhadap data-data yang telah disajikan diperoleh temuan bahwa belum adanya model yang dijadikan tauladan bagi para siswa SMP Negeri 2 Gabus dalam pembentukan perilaku keagamaan khususnya sholat berjamaah. Model menjadi penting dalam membentuk perilaku yang diinginkan terjadi.


2.      Belum Adanya Tata Tertib yang Mengikat
Dalam rangka mewujudkan perilaku keagamaan pada siswa SMPN 2 Gabus, perlu memiliki tata tertib sekolah yang bersifat mengikat. Tata tertib yang ketat dan mengikat untuk mewujudkan perilaku keagamaan di SMPN 2 Gabus belum ada. Hal ini penting mkarena secara teoritis akan dapat membentuk perilaku yang di harapkan melalui kebiasaan.


BAB V

 
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
1.      Lingkungan sosial masyarakat di sekitar SMP Negeri 2 Gabus.
Kondisi lingkungan sosial kemasyarakatan di sekitar SMP Negeri 2 Gabus jauh dari tempat-tempat peribadatan, sementara masyarakatnya sebagian besar mata pencahariaannya merantau keluar jawa. Sementara lingkungan sosial siswa sebagian kecil 15,4% tinggal dekat tempat peribadatan, sedangkan sisanya 84,6% tinggal jauh dari tempat peribadatan (musholla atau masjid).
2.      Perilaku keagamaan siswa SMP Negeri 2 Gabus.
Siswa sebagian kecil terbiasa melakukan sholat jamaah di musholla sekolah, sementara sebagian besar tidak ikut berjamaah. Sedangkan untuk ibadah-ibadah sosial seperti kepedulian sosial berbela sungkawa semua siswa melakukannya dengan penuh kesungguhan.
3.      Dampak lingkungan sosial masyarakat terhadap perilaku keagamaan siswa di SMP Negeri 2 Gabus.
Lingkungan sosial kemasyarakatan yang kental dengan keagamaan banyak tempat-tempat peribadatan dan keluarganya taat beragama berdampak positif terhadap siswa dalam mewujudkan perilaku keagamaan.



74
 
 


4.      faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan siswa di SMP Negeri 2 Gabus.
Perilaku keagamaan siswa bisa jadi dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan yang kental dengan nuansa agama berpengaruh positif terhadap perilaku keagamaan dan sebaliknya. Sementar di sisi lain perilaku keagamaan juga bisa terjadi karena faktor kesadaran atas pemahaman atas ajaran agama sebagai hidayah dari Allah SWT.

B.     Saran
3.      Untuk Kepala Seklah
Dalam rangka pembentukan prilaku keagamaan siswa SMP N 2 Gabus perlu diciptakan lingkungan sekolah yang kental dengan nuansa keagamaan. Dengan lingkungan yang kental dengan kegamaan di sekolah, maka siswa akan mendapat pengaruh positif dalam mewujudkan perilaku keagamaan.
4.      Untuk Guru Agama
Guru agama perlu mendorong para guru-guru dan karyawan untuk bisa menjadi contoh teladan dalam pengamalan agama Islam di sekolah. Contoh pengamalan agama disekolah akan dapat membentuk perilaku kegamaan siswa, karena perilaku keagamaan secara teoritis salah satunya dapat terbentuk melalui model atau contoh.


5.      Untuk Siswa
Siswa perlu bergaul dengan teman-teman sebaya yang taat melaksanakan ajaran agama seperti rajin mengaji, sholat berjama’ah, bertutur kata yang baik, selalu menepati janji dan perilaku-perilaku lainnya. Selain bergaul dengan teman-teman yang taat beragama siswa juga berhati-hati dan kalau perlu menjauhi lingkungan yang banyak melakukan kemaksiatan seperti perjudian, mabuk-mabukan, tawuran dan lain-lain.



DAFTAR PUSTAKA

 
 
Arlina Nurbaiti Lubis. Februari 2008. Strategi Pemasaran Dalam Kompetisi Bisnis. Internet. Hal. 4.

Arifin, 1991. Kapita Selekta Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 1996. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

________________. 1988. Penilaiun Program Pendidikan. Jakarta : Bina Aksara.

Arsyad, Azhar. 1997. Media Pengajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Abudin Nata, Dirasah Islamiyah I (Al-Qur’an dan Al-Hadits), (Jakarta: Raju Grafindo 1995).

A. Tabroni Rusyan, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remadja Karya 1989).

Baruadib, Sutari Iman. 1987. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis. Yogyakarta : Andi Offset.

Daryanto. 1998. Administrusi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Davis, Keith dan John. W. Newstrom. 1998. Perilaku Dalam Organisasi, Terjemahan. Jakarta : Erlangga.

Eric H. Cohen. 2005. Research in Religion Education. Jurnal Internasional.

Faisal, Sanapiah. 1981. Dasar dan Teknik Penelitian Keilmuan Sosial. Surabaya : Usaha Nasional.

Fattah, Nanang. 2000. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research 3. Yogyakarta : Andi Offset.

Hasan, Hamid. 2002. Konsep Pendidikan Berorienfust Ketrampilan Hidup Dengan KBK. Semarang : UNNES.

Hasibuan, S.P. Mahayu. 2002. Manajemen SDAI. Jakarta : Bumi Aksara.


77
 
 
Hidayat, Syarif. 2000. Refleksi Realitas Otonomi Daerah Tantangan ke Depan. Jakarta : Pustaka Quantum.

H. Jamaludin, Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia 1999). Cet, ke-II

Hamzah Ahmad, Nanda Santoso, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Fajar Mulia 1996).

H. Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfabeta 2005). Cet, ke-II.

H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia 2004). Cet, ke-IV.

H. Syaiful Sagala, Konsep Dan Makna Pembelajaran, (Bandung: CV. Alfabeta 2005).



Jalal, Fash dan Dedi Supriadi. 2000. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Bandung : CV. Alfabeta.

Karlins, Marvin. 1993. Pendayagunaan Sumberdaya Manusia Secara Manusiawi. Jakarta : Erlangga hal. 42.

Moekijat. 1991. Latihan dan Pengembungunv SDM. Bandung : Mandar Maju.

_________,1995. Pengembangan Organisasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Moleong. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Muhammad Zuhdi. 2005. The 1975 Three Minister Decree and The Modernization of Indonesian Islamic Schools. Jurnal Internasional.

Mu'izzuddin, Moch. 2001. (Tesis) Kemandirian Madrasah Mathali’ul Falah. Semarang : Pasca Sarjana IAIN Walisongo.

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya 1995).

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, (Bandung: Remaja Rosda Karya 1990).

M. Athiyah, Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang 1993). Cet, ke-VII.

M. Ngalim Purwanto, MP. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja  Rosda Karya 1989).

Muhibin Syah, Psykologi Pendidikan, (Bandung: IAIN SGD)

MB. Rahimsyah, Satyo Adhie, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Aprindo 2005).

Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi,             (Jakarta: Gaung Persada Press 2004).

Nataatmodjo, Soekidjo. 1998. Pengantar SDM. Jakarta : Rineka Cipta.

Rahim, Husni. 2001. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Logos Wacana Ilmu.

Raka Jhoni, Pengukuran Dan Penilaian Pendidikan, (Surabaya: Karya Anda 1986).

Rostiana NK. Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bina Aksara 1986).

Riduwan, M. B. A. Dasar-dasar Statistika, (Bandung: Alfabeta 2003).

Sagala, Syaiful. 2004. Manajemen Berbasisis Sekolah dan Masyarakat. Jakarta : PT. Nimas Multima.

Saridjo, Marwan. 1999. Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam. Jakarta : CV. Amisco.

Slamet PH. 2002. Makalah MBS Dalam Semiloka Nasional. Semarang : UNNES.

Suleman Dangor. 2005. Islamization of Disciplines : Towards an Indigenous Educational System. Jurnal Internasional.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta 1997).

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta 2002). Cet, ke-I.

Sukadi, Guru Powerfull, Guru Masa Depan, (Bandung: Kolbu 2006).

UUS PN 2003.

Wasistiono, Sadu. 2002. Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Bandung : Alqaprint.

W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia 2002.

Yusron Razak dkk, Pendidikan Agama, (Jakarta: Uhamka press, 2001).

Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 2004).

Zuhairini dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional 1981).


[1] UUSPN No.20 Th. 2003 bab 3
[2] Ngalim Purwanto. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, hal. 102.
[3] http://eka-yunita-ekayunita.blogspot.com/2011/10/lingkungan-sosial-adalah-hubungan.html
[4] Bimo Walgito. 1994. hal 26
[5] Ngalim Purwanto, Op. Cit. hal 28-29
[6] Bimo Walgito. 1994. hal 27
[7] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 755
[8] Ibid, hlm. 11
[9] S. Prodjaditoro, Pengantar Agama dalam Islam, Sumbangsih Offset, Yogyakarta, 1981, hlm. 17
[10] Ibid, hlm. 19
[11] Zakiyah Daradjat, Pendidikan dan Kesehatan Mental, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hlm. 57
[12] Said Howa, Perilaku Islam, Studio Press, 1994, hlm. 7
[13] Hendro Puspito, Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1984, hlm. 111
[14] Jamaluddin Kafi, Psychologi Dakwah, Depag, Jakarta, 1993, hlm. 49
[15] Abdul Azis Ahyadi, Psychologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, Sinar Baru, Bandung, 1991, hlm. 68
[16] Ibid, hal.37
[17] Zakiyah Daradjat, Pendidikan dan Kesehatan Mental, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, hlm. 57
[18] Ibid, hal.21
[19] Ibid, hal. 23
[20] Ibid, hal.50
[21] Yusron Rozak, dkk. Pendidikan Agama, Jakarta : Uhamka Press, 2001.hal.17
[22] Ibid, hal.25
[23] Ibid, hal.27
[24] Ibid, hal.29
[25] Darajat. Op.Cit. hal.49
[26] Ibid, hal. 16
[27] Ngalim Purwanto, Op. Cit. hal 30
[28] Jumali dkk. 2004. Landasan pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Hal. 48
[29] Bimo Walgito. 1994. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset. hal.19  
[30] Bimo Walgito. hal 19
[31] Burhan Bungin. 2001. Metode Penlitian Sosial. Surabaya : Airlangga Press. hal.124.
[32] Riduwan, M. B. A, Op, Cit, hal. 57
[33] Ibid, hal. 56
[34] Moeloeng. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Hal. 178
[35]. Ibid, hal 180
[36] Ibid, hal.20
[37] Wawamcara dengan kepala SMP Negeri 2 Gabus, 16 Maret 2013
[38] Observasi, 16 Maret 2013
[39] Wawancara dengan Kepala SMPN 2 Gabus, 16 Maret 2013
[40] Wawancara dengan Guru SMPN 2 Gabus, 16 Maret 2013
[41] Dokumentasi  SMP Negeri 2 Gabus Tahun 2013
[42] Dokumentasi SMP Negeri 2 Gabus tahun 2013
[43] Dokumentasi SMP Negeri 2 Gabus Tahun 2013
[44] Ibid, Dokumen 2013
[45] Wawancara dengan TU SMP Negeri 2 Gabus, 16 Maret 2013
[46] Dokumentasi SMP Negeri 2 Gabus Tahun 2013
[47] Dokumentasi SMP Negeri 2 Gabus Tahun 2013
[48] Dokumentasi SMP Negeri 2 Gabus 2013
[49] Observasi, 17 Maret 2013
[50] Wawancara dengan tokoh masyarakat, 17 Maret 2013
[51] Wawancara dengan siswa SMP Negeri 2 Gabus, 17 Maret 2013
[52] Observasi, 17 Maret 2013
[53] Wawancara dengan siswa kelas IX SMP Negeri 2 Gabus, 17 Maret 2013
[54] Observasi, 17 Maret 2013
[55] Wawancara dengan tokoh agama, 17 Maret 2013
[56]  Wawancara dengan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Gabus, 17 Maret 2013
[57]  Wawancara dengan siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Gabus, 17 Maret 2013
[58] Wawancara dengan siswa kelas VIII yang sholat berjamaah duhur di SMP Negeri 2 Gabus, 17 Maret 2013
[59] Wawancara dengan Kepala SMP  Negeri 2 Gabus, 18 Maret 2013

No comments:

Post a Comment

Featured Post

Fungsi Tombol Pada Keyboard

Ctrl + A : Select All Ctrl + B : Bold Ctrl + C : Copy Ctrl + D : Font Ctrl + E : Center Alignment Ctrl + F : Find Ctrl + G : Go To Ctrl + H ...